Sebanyak 35 mahasiswa Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (20/2). Agenda dilakukan dalam rangka mengenal lebih dalam tentang MK.
Para mahasiswa angkatan 2015 jurusan PPKN tersebut disambut oleh Peneliti MK Luthfi Widagdo di Aula Lantai 4. Mereka cukup antusias mengajukan pertanyaan saat momen diskusi.
Penanya pertama adalah Vina Tamata. Dirinya bertanya bagaimana mekanisme sembilan hakim dalam mengambil sebuah putusan perkara. Menjawabnya, Luthfi menjelaskan dalam mengambil putusan, para hakim melakukan Rapat Permusyawarahan Hakim (RPH). “Disinilah sembilan hakim berdialektika dan beradu argumen untuk membuat putusan,” jelasnya.
Lutfi menyebut para hakim melakukan musyawarah untuk memutus suatu perkara. Andai tidak tercapai kesepakatan, barulah terjadi voting. Ia menyebut hakim yang tidak sepakat dalam suatu putusan dapat membuat Dissenting Opinion. “Selain itu, hakim bisa juga membuat Concurring Opinion. Artinya sepakat pada putusan tetapi berbeda terkait alasannya,” paparnya.
Penanya kedua, Kahfi, bertanya terkait konsekuensi bagi partai politik yang telah dibubarkan tapi masih melakukan kegiatan politiknya. Luthfi menjawab putusan MK tidak dapat diingkari. “Putusan MK sebab bersifat final and binding. Sehingga tidak bisa jika mengingkari putusan MK,” tegasnya.
Ia pun menjelaskan pembubaran parpol dalam ketatanegaraan Indonesia, pemohonnya adalah pemerintah. Bila suatu parpol dibubarkan, otomatis tidak dapat melakukan kegiatan politik seperti ikut pemilu legislatif dan presiden.
Terakhir, seorang mahasiswa bernama Yuda menanyakan hubungan MK dengan lembaga negara lainnya. Lutfi menjawab MK bersifat independen, imparsial, dan transparan. MK juga merupakan lembaga yang dihormati karena kewenangan besarnya yang dapat membatalkan undang-undang jika bertentangan dengan Konstitusi.
Meski demikian, jelasnya, MK tetap diharuskan bekerjasama dengan lembaga lain dalam banyak hal. “Misal setiap tahun BPK mengaudit MK, juga pembiayaan operasional berasal dari APBN yang dianggarkan Kementerian Keuangan,” tegasnya.
Dalam kunjungan tersebut, Lutfi juga menjelaskan terkait tugas dan wewenang MK berdasar amanat UUD 1945. Kewenangan MK yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
Dirinya juga menjelaskan kalau MK adalah lembaga yudikatif terdiri dari sembilan hakim konstitusi. Para hakim tersebut, jelasnya, merupakan representasi pilihan dari Mahkamah Agung (MA), presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Perinciannya masing masing berjumlah tiga orang dari pilihan tiap lembaga,” ujarnya.
(ARS/lul)