Mahkamah Konstitusi (MK) menguji Pasal 2 ayat (3) huruf b UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (UU Parpol) yang diajukan Lieus Sungkharisma, Ketua Umum Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (PARTI), dan Laksamana Madya (Purn.) Sumitro (Sekretaris Jenderal PARTI) pada hari Rabu, (24/10), di Ruang Sidang Panel 1 Gedung MK. Sidang yang beragendakan Pemeriksaan Pendahuluan ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi H.A. Mukthie Fadjar dengan anggota panel Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan dan Hakim Konstitusi Soedarsono disertai Panitera Pengganti Eddy Purwanto.
Dalam permohonannya, Pemohon perkara 25/PUU-V/2007 tersebut meminta agar MK memutuskan bahwa Pasal 2 ayat (3) huruf b UU Parpol yang berbunyi âPartai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada Departemen Kehakiman dengan syarat: b. mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen)dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutanâ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menurut Pemohon, persyaratan yang tercantum dalam pasal tersebut menghalangi pembentukan partai politik lokal. Padahal tujuan utama partai politik lokal seperti PARTI adalah memberikan pendidikan politk bagi kader-kadernya di daerah. Pemohon juga menyatakan bahwa keberadaan Partai Politik untuk ikut mengajukan calon pasangan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota seperti yang diterapkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) seharusnya diterapkan juga di provinsi-provinsi lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya dualisme dalam melaksanakan ketentuan yang terdapat pada Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Jika tidak maka dianggap telah melanggar hak warga negara yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.
Selain itu, Pemohon meminta agar MK menyatakan bahwa eksistensi keberadaan partai politik lokal diberlakukan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa terkecuali. Menanggapi hal tersebut, Panel Hakim mengatakan bahwa MK tidak dapat memerintahkan agar Partai politik lokal diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Panel Hakim menyarankan agar Pemohon sebaiknya melakukan legislative review ke DPR, serta memiberikan kesempatan perbaikan permohonan. (Mastiur A.P.)