Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materiil Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada), Rabu (1/2) di ruang sidang MK. Agenda sidang perkara No. 2/PUU-XV/2017 tersebut adalah perbaikan permohonan.
Dalam persidangan, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna sebagai pimpinan,sidang menyatakan pemohon terlambat menyerahkan perbaikan permohonan. Palguna menyebut perbaikan permohonan baru disampaikan hari ini.
“Kami sudah mengingatkan bahwa andaikata sampai tanggal dan jam yang sudah kami umumkan pada persidangan sebelumnya Saudara tidak menyerahkan perbaikan permohonan, maka yang akan dianggap sebagai permohonan adalah permohonan yang di awal,” jelasnya. Meski demikian, ujar dia, permohonannya tetap diterima. Namun yang dianggap berlaku adalah permohonan sebelum dilakukan perbaikan.
Suta Widya sebagai pemohon menyebut bukannya tanpa alasan dirinya terlambat menyampaikan perbaikan permohonan. Ia menjelaskan harus menemani anaknya yang melakukan operasi hal itu yang membuatnya terlambat menyampaikan perbaikan permohonan.
“Alasan Saudara kami terima, tetapi bukan berarti kami menyetujui. Sebab, selanjutnya keputusan berada di tangan sembilan orang hakim konsitusi yang akan membicarakan hal ini di dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) apakah permohonan saudara akan diteruskan ke sidang Pleno atau tidak,” jelasnya.
Sebelumnya pemohon memandang kepala daerah yang pernah melakukan perbuatan tercela tidak patut untuk menjadi peserta pilkada. Jika calon kepala daerah pernah melakukan perbuatan tercela, hal tersebut sangal kontradiktif dengan semangat bela negara. Menurut Pemohon, salah satu calon gubernur DKI Jakarta pernah melakukan perbuatan penistaan terhadap agama dan sudah sepatutnya mengundurkan diri dari keikutsertaannya sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Jika tetap melanjutkan keikutsertaannya dalam pilkada, ia menilai hal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayal (1) dan (2) UUD 1945.
(ARS/lul)