Sebanyak 35 orang anggota Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PKN Kabupaten Serang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (31/1). Kedatangan tersebut diterima Panitera Pengganti Syukri Asy’ari di Aula Lantai 1 Gedung MK.
Mengawali pemaparan, dirinya menjelaskan MK merupakan produk reformasi. Para pengubah UUD 1945 merasa perlu adanya lembaga yang berfungsi melakukan check and balance pada undang-undang yang dihasilkan parlemen agar sesuai dengan Konstitusi. MK juga merupakan bentuk penerusan dari cita-cita reformasi, yakni melindungi hak konstitusional tiap warga negara. Dengan kata lain, jika ada undang-undang yang merugikan warga negara, maka bisa saja dibatalkan MK.
Sebenarnya, jelas Syukri, ide pendirian MK sudah dicetuskan pada momen awal kemerdekaan oleh Muhammad Yamin. Saat itu, Yamin mengusulkan dibentuk lembaga penguji undang-undang yang bernama Balai Agung. “Sayangnya hal itu ditolak Soepomo sebab saat itu belum mengenal trias politica dan jumlah sarjana hukum masih sedikit,” jelasnya.
Begitu juga saat menginjak tahun 70-an. Wacana terkait adanya lembaga yang memiliki kewenangan pengujian undang-undang juga kembali mengemuka. Namun juga berujung tidak dieksekusi.
Terkait tugas dan wewenang MK, dia menyatakan terdapat empat wewenang MK dan satu kewajiban berdasarkan amanat UUD 1945. Wewenang MK adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden
Dalam kesempatan itu, Syukri menjelaskan MK adalah lembaga yudikatif yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi. Para hakim tersebut, jelasnya, merupakan representasi pilihan dari Mahkamah Agung (MA), presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Perinciannya masing masing berjumlah tiga orang dari pilihan tiap lembaga,” ujarnya.
Tanya Jawab
Setelah pemaparan usai, sesi berlanjut ke tanya jawab. Penanya pertama menyinggung terkait mekanisme pembubaran parpol PKI jaman dulu. Selain itu, ia juga menyinggung adanya lembaga tertentu yang mengawasi MK.
Menjawab hal tersebut, Syukri menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Sehingga semuanya mesti mengacu pada putusan pengadilan. “Untuk pembubaran parpol PKI dulu langsung melalui keputusan presiden (Keppres). Berbeda kondisinya saat ini yang mesti melalui MK,” jelasnya.
Terkait lembaga pengawas MK, ia menjelaskan para hakim konstitusi diawasi oleh dewan etik. Selain itu, muncul pertanyaan tentang penyebab banyaknya perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang masuk ke MK. Syukri menjawab hal tersebut dikembalikan lagi pada kandidat yang berlaga.
“Saat mereka memutus mengajukan permohonan ke MK, artinya ada ketidakpuasan pada putusan KPUD. Andai mereka puas secara logis mereka tak akan beracara di MK. Pihak yang beracara dalam perselisihan pilkada merasa ada kecurangan dalam proses pilkada,” tandasnya.
(ARS/lul)