Permohonan uji materiil Pasal 23 auyat (3) dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 yang diajukan Ketua Departemen Advokasi Hak Asasi Manusia DPP PPP Muktamar Bandung 2011 AH. Wakil Kamal tersebut, Mahkamah menyatakan pemohon tidak memiliki legal standing.
“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK Arief Hidayat didampingi delapan hakim konstitusi lainnya, Rabu (25/1) di ruang sidang pleno MK.
Membacakan pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Manahan P Sitompul menjelaskan kedudukan hukum pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia tidak dapat dilepaskan dari statusnya sebagai anggota dan/atau pengurus partai politik yakni PPP. “Meski dalam kenyataannya sedang terjadi konflik kepengurusan, namun telah menjadi fakta hukum pula bahwa secara institusional PPP menjadi bagian dari partai politik yang ada di DPR yang turut serta atau terlibat dalam pembentukan UU Parpol a quo,”jelasnya.
Fakta tersebut, imbuhnya, menandakan permohonan pemohon adalah persoalan institusional partai politik, bukan persoalan perseorangan. “Dari sini artinya Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing),” katanya menegaskan.
Pemohon mempermasalahkan kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik. Menurut pemohon, ketentuan Pasal 23 ayat (3) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 karena telah mereduksi kedaulatan tertinggi anggota partai politik. Sebab, kewenangan mengesahkan dan menetapkan perubahan kepengurusan partai politik ada ditangan anggota melalui forum Muktamar/Musyawarah Nasional. Sedangkan pasal a quo menyatakan pengesahan dan penetapan proses perubahan kepengurusan partai politik tingkat pusat berada ditangan Menkumham.
Bagi pemohon, perubahan kepengurusan partai politik tingkat pusat tidak lagi memerlukan penetapan dan/atau pengesahan Menkumham, melainkan cukup hanya didaftarkan saja sebagai proses administrasi untuk legalitas. Kewenangan Menkumham, pandangan dia, menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil.
(ARS/lul)