Mahkamah Konstitusi tidak dapat menerima permohonan dua orang advokat terkait uji materiil ketentuan mengenai jumlah Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Mahkamah menilai kedua pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan uji materiil ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Putusan perkara yang teregistrasi dengan Nomor 76/PUU-XIV/2016 diucapkan Rabu (25/1).
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Mahkamah tidak menemukan adanya relevansi maupun koherensi antara hak konstitusional para Pemohon dan norma undang-undang yang dimohonkan pengujian. Sebab, norma tersebut mengatur tentang komposisi Mahkamah Kehormatan Dewan dan tata cara pemilihannya yang tidak ada hubungannya dengan hak konstitusional para Pemohon sebagaimana yang didalilkan.
“Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat tidak ada kerugian hak konstitusional apapun pada diri para pemohon oleh berlakunya Pasal 121 ayat (2) UU MD3, sehingga dengan demikian para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak selaku pemohon dalam permohonan a quo,” tandas Palguna.
Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 121 ayat (2) UU MD3. Pasal 121 ayat (2) menyatakan: “Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat”.
Dalam permohonannya, para pemohon mendalilkan pimpinan MKD harusnya berjumlah ganjil. Sementara pasal 121 ayat (2) menyebutkan jumlah genap (satu ketua dan tiga wakil ketua). Menurut pemohon, hal tersebut berpotensi menimbulkan deadlock dalam pengambilan keputusan secara voting. Lebih jauh para Pemohon menambahkan jika sampai proses pengambilan keputusan MKD mengalami deadlock maka akan berakibat tidak berjalannya penegakan kode etik anggota DPR. Menurut para pemohon, ketentuan Pasal 121 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.
(Lulu Anjarsari/lul)