Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan 68 mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Riau, Senin (23/1). Peneliti MK Anna Triningsih menerima kunjungan tersebut di ruang delegasi, lantai 4 Gedung MK.
“Tujuan kedatangan kami ke MK adalah untuk memperdalam pengetahuan mengenai Konstitusi selain yang kami dapatkan secara teori melalui buku-buku,” kata Sri Erlinda selaku Ketua Jurusan Program Studi PPKn FKIP Universitas Riau.
Pada pertemuan itu Anna menyampaikan materi seputar sejarah dan kewenangan MK Republik Indonesia. “MK merupakan lembaga negara yang lahir dari rahim reformasi lewat amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945. MK dibentuk sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang berfungsi untuk mengawal hak konstitusional lembaga negara dan merupakan anak kandung reformasi,” ujar Anna.
Pada 13 Agustus 2003, ungkap Anna, dibentuklah Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Sebelum MK hadir, kekuasaan kehakiman hanya dipegang oleh Mahkamah Agung. Barulah setelah perubahan UUD 1945, kekuasaan kehakiman di Indonesia dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Lebih lanjut, Anna menerangkan sesuai Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, MK diberikan empat kewenangan dan satu kewajiban dalam menjalankan tugasnya. Kewenangan pertama adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Kewenangan kedua MK adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945.
“Tidak semua lembaga negara bisa menjadi pemohon. Lembaga negara yang bisa menjadi pemohon dalam persidangan MK yang kewenangannya diberikan oleh UUD, misalnya DPR atau BPK,” jelas Anna.
Di samping itu, lanjut Anna, MK berwenang memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. “Lewat kewenangan ini MK sudah memutus perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif pada tahun 2004, 2009 dan 2014. Sedangkan untuk penanganan sengketa pilkada, MK sudah melakukan sejak 2008,” papar Anna.
Selain empat kewenangan yang telah disebutkan tadi, MK juga memiliki kewajiban terkait dengan pemakzulan Presiden dan atau Wakil Presiden. Kewajiban MK ini hingga kini belum pernah dilakukan MK. Seperti halnya kewenangan MK memutus pembubaran parpol.
Alasan MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban tersebut, adalah karena ada original intent-nya. Sebelum reformasi 1998, Indonesia tidak mengenal Pengujian Undang-Undang. “Pada masa orde baru, produk undang-undang yang baik maupun buruk, suka atau tidak suka, rakyat Indonesia harus melaksanakan,” imbuhnya.
(Nano Tresna Arfana/lul)