Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol MK Rubiyo beserta jajarannya, melakukan media visit ke redaksi Metro TV dan Harian Media Indonesia, Jumat (20/1). Kunjungan tersebut diterima Wakil Direktur Metro TV Suryopratomo, didampingi Pemimpin Redaksi Metro TV Don Bosco dan Pemimpin Redaksi Harian Media Indonesia Usman Kansong.
Dalam kesempatan itu, Arief menjelaskan terdapat persoalan fundamental yang terjadi di Indonesia saat ini terkait national character building. “Saya ingat, Presiden Soekarno pernah mengatakan bahwa untuk membangun bangsa dengan baik, yang perlu dilakukan adalah melakukan national character building,” ungkap Arief.
Namun, sambung Arief, belum tuntas dilakukan national character building terjadi pergantian presiden. Pada masa Presiden Soeharto, yang menjadi penekanan untuk dilakukan adalah pembangunan bidang ekonomi.
“Di tengah-tengah mental yang kurang baik, kita sudah mengolah sumber daya alam. Akhirnya orang-orang tertentu yang bisa mengolah sumber daya alam yang punya akses langsung memanfaatkan sumber daya alam. Karena mentalnya tidak benar, korupsi pun dimulai saat itu,” urai Arief.
“Semestinya national character building dulu, sumber daya manusia siap, barulah bangsa Indonesia mengeksploitasi dan mengeksplorasi sumber daya alam,” tambahnya.
Suryo pun menanyakan peran MK dalam menangani pembubaran organisasi masyarakat dan partai politik yang bermasalah. “Mengenai organisasi massa harus dilihat dulu konteksnya, apakah akte pendirian organisasi massa itu ada atau tidak? Juga apakah organisasi massa itu sudah mendapatkan izin dari Menteri Dalam Negeri?” ujar Arief.
Kemudian mengenai pembubaran partai politik, Arief mengatakan pembubaran parpol bisa saja dilakukan apabila ideologinya bertentangan dengan ideologi bangsa. “Misalnya saja Mahkamah Konstitusi Korea Selatan pernah membubarkan sebuah partai politik karena bertentangan dengan ideologi bangsa. Partai politik tersebut berideologi Korea Utara,” jelasnya.
Arief juga menyatakan keprihatinannya dengan melunturnya kohesi sosial, muncul penyakit disorientasi, dan distrust di Indonesia. Saat ini, menurutnya, Indonesia surplus kebebasan tetapi minus tanggung jawab dan keadilan. Dia mencontohkan, kacaunya pelaksanaan pilkada yang terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia. “Calon yang terpilih menjadi bupati atau walikota itu bukan karena bersih dan baik. Tetapi yang justru kecurangannya banyak namun tidak ketahuan,” imbuhnya.
Arief berharap, ke depan MK tidak hanya menjadi The Guardian of Constitution, namun juga sebagai The Guardian of Ideology. Misalnya, putusan-putusan MK yang dihasilkan kalau tidak ada pasal-pasal atau ayat-ayat sesuai ketentuan Konstitusi, maka akan merujuk pada nilai-nilai dalam ideologi negara.
Selama ini, sambung Arief, MK telah banyak melakukan kegiatan untuk sosialisasi maupun internalisasi peran MK untuk selalu menjaga Konstitusi dan Pancasila dalam berbagai seminar, bimbingan teknis dan sebagainya.
Selain itu dan yang tak kalah penting, kata Arief, MK membutuhkan dukungan media untuk terus memperbaiki diri, mendapat masukan dan pemikiran yang konstruktif. Termasuk dukungan dari Metro TV dan Media Indonesia untuk menyiarkan informasi-informasi yang berkaitan dengan Mahkamah Konstitusi.
Dikatakan Arief, peran media saat ini cukup besar. Bahkan dalam teori kekuasaan yang semakin berkembang saat ini, selain kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, ada dua ‘kekuasaan’ lain dalam suatu negara yang ikut berperan yaitu birokrasi dan media.
“Lima kekuasaan itu diharapkan dapat berjalan sinergi, memiliki visi yang sama sehingga pada akhirnya bisa mencapai muara yang sama. Dalam ini untuk mewujudkan negara Indonesia yang adil dan makmur,” tandas Arief.
(Nano Tresna Arfana/lul)