Pasca reformasi politik 1998 terjadi perubahan konstelasi politik dari masa orde baru menuju masa reformasi. Sejumlah tuntutan reformasi muncul pada saat itu. Salah satunya adalah tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
“Beberapa kesepakatan pun dibuat setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa Undang-Undang Dasar 1945 boleh diubah kecuali di bagian pembukaan. Juga tetap mempertahankan pasal yang menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mempertegas sistem presidensil,” ujar Noor Sidharta selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi MK saat menerima 17 mahasiswa program studi Ilmu Politik FISIP Universitas Hasanuddin (Unhas) di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (16/1).
Sidharta melanjutkan, setelah reformasi politik 1998 ada beberapa lembaga negara baru dibentuk dan lembaga negara yang ditiadakan. Misalnya, muncul Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial dan Dewan Perwakilan Daerah. Sedangkan lembaga negara yang ditiadakan adalah Dewan Pertimbangan Agung.
“Struktur ketatanegaraan kita berubah. Kalau dulu MPR itu memberikan mandatnya kepada tiga kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Namun setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945, kedudukan lembaga negara itu sama. MPR, DPR, DPD mewakili legislatif. Kemudian MK dan MA ditambah KY berada di kekuasaan yudikatif. Setelah itu Presiden berada di kekuasaan eksekutif,” kata Sidharta.
“Kalau dulu MPR sebagai lembaga tertinggi negara, tapi sekarang sudah tidak lagi. Tidak ada lagi pengelompokkan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi. Jadi sekarang semua disebut sebagai lembaga tinggi negara atau orang biasa menyebutkan dengan lembaga negara,” urai Sidharta yang juga menerangkan bahwa lembaga negara di Indonesia bertindak secara checks and balances. Baik eksekutif, legislatif dan yudikatif bisa saling menjaga kekuasaannya karena mereka berada pada level yang sama.
Hal lain, lanjut Sidharta, negara Indonesia adalah negara demokrasi berdasarkan hukum. “Ini penting untuk diketahui bahwa negara Indonesia tidak hanya berdasarkan demokrasi, tetapi juga menjunjung tinggi hukum. Kalau Indonesia hanya menganut paham demokrasi, maka yang terjadi adalah anarki. Sebaliknya kalau Indonesia hanya merupakan negara hukum tanpa demokrasi, yang terjadi adalah tirani,” papar Sidharta.
Lebih lanjut Sidharta memaparkan latar belakang dibentuknya Mahkamah Konstitusi di di dunia. Pakar hukum asal Austria, Hans Kelsen mengatakan bahwa agar ketentuan Konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat dijamin pelaksanaannya, maka diperlukan suatu institusi yang mempunyai kewenangan untuk menguji suatu produk hukum bertentangan atau tidak dengan Konstitusi.
Gagasan Hans Kelsen itu pun mengispirasi sejumlah negara untuk membentuk Mahkamah Konstitusi. Hingga lahirlah Mahkamah Konstitusi pertama di dunia di Austria pada 1920. Bagaimana dengan di Indonesia? Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia lahir pada 13 Agustus 2003 sebagai Mahkamah Konstitusi pertama di abad ke-21 dan sebagai Mahkamah Konstitusi ke-78 di dunia.
(Nano Tresna Arfana/lul)