Sebanyak 100 mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Purwokerto berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (16/1). “Kunjungan ke MK sebagai studi bagi mahasiswa kami yang sedang menjalani kuliah praktik lapangan,” kata Astika Nurul Hidayat selaku Wakil Dekan I dan III FH Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Peneliti MK Anna Triningsih menerima kunjungan tersebut di lantai 4 Gedung MK dan berlanjut dengan pemberian materi seputar MK. “Mahkamah Konstitusi sangat berperan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia karena putusan-putusan MK yang dikabulkan ikut mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia,” jelas Anna mengawali paparannya.
Anna melanjutkan, MK di Indonesia lahir pada pasca Reformasi 1998. Adanya Mahkamah Konstitusi di Indonesia dipelopori oleh perubahan UUD 1945 pada 2001. Selang dua tahun kemudian, tepatnya pada 13 Agustus 2003, dibentuklah Mahkamah Konstitusi di Indonesia.
“Sebelum tahun 2003, MK belum ada di Indonesia. Kekuasan kehakiman hanya dipegang oleh Mahkamah Agung. Barulah setelah perubahan UUD 1945, kekuasaan kehakiman di Indonesia dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi,” urainya.
Dikatakan Anna, dalam praktiknya Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung merupakan kekuasaan kehakiman yang bidangnya berbeda. Mahkamah Konstitusi hanya memperkarakan norma sebuah undang-undang. Sedangkan Mahkamah Agung, perkara-perkaranya personal, case per case dari masing-masing warga negara.
“Perbedaan lainnya, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, tidak ada upaya hukum seperti banding dan lainnya. Sedangkan putusan Mahkamah Agung bertingkat, ada banding, kasasi, peninjauan kembali, dan sebagainya,” ucap Anna.
Lebih lanjut, Anna menjelaskan hakim konstitusi berasal dari tiga unsur, yaitu Pemerintah, DPR dan Mahkamah Agung yang masing-masing berjumlah tiga orang. “Tiga orang dari lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif,” imbuh Anna.
“Para Hakim Konstitusi memang berasal dari tiga unsur yang berbeda. Namun saat mereka sudah menjabat sebagai hakim konstitusi, maka mereka harus mencopot semua gelar, pangkat yang mereka bawa dari masing-masing unsur tersebut. Mereka menjadi seorang yang negarawan sesuai syarat menjadi hakim konstitusi,” papar Anna.
Dalam menjalankan tugasnya, sambung Anna, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban, yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus sengketa pemilihan umum, dan memutus pembubaran partai politik. Adapun kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum.
(Nano Tresna Arfana/lul)