Konstitusi sebagai hukum dasar negara harus menjadi konstitusi yang hidup atau living constitusion, demikian disampaikan Wakil Ketua MK Anwar Usman saat menjadi narasumber dalam kegiatan Diskusi Publik Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat Menuju Pilkada Kalimantan Barat yang berintegritas. Kegiatan tersebut diselenggarakan BEM Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Pontianak, Jumat (13/1).
Dalam kesempatan tersebut, Anwar menjelaskan tentang putusan MK mengenai paradigma pemilihan kepala daerah. Dalam putusan tersebut, MK mengembalikan pemilihan kepala daerah menjadi bukan lagi rezim pemilu. Hal tersebut, lanjutnya, tentu memiliki implikasi terhadap institusi mana yang berwenang menyelesaikan perselisihan dalam pemilihan kepala daerah.
“Pada dasarnya kewenangan MK secara jelas dan gamblang diuraikan dalam UUD 1945, sehingga hal itu bersifat limitatif dan tidak dimungkinkan untuk diberikan kewenangan lain. Namun, guna menghindari kekosongan hukum, MK menyatakan diri berwenang mengadili sengketa pilkada sepanjang belum ada undang-undang yang mengatur untuk itu,” tegasnya.
Lebih lanjut, Anwar memaparkan Putusan MK terkait perlindungan hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih dalam pilkada, meskipun hanya terdapat pasangan calon tunggal menjadi konstitusional. “Rakyat sebagai pemegang kedaulatan, berhak untuk menentukan pilihannya untuk setuju atau tidak setuju dengan calon tunggal dalam pilkada di daerahnya masing-masing,” paparnya.
Penegakan konstitusi, khususnya perlindungan hak konstitusional warga negara, merupakan konsekuensi dari dianutnya paham konstitusionalisme yang dipilih oleh pembentuk undang-undang. Oleh karena itu, Anwar menegaskan konstitusi harus dipahami tidak melulu secara tekstual belaka.
“Konstitusi dipandang sebagai dokumen yang hidup, terus tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu, mengiringi kondisi, kebutuhan, dan nilai-nilai perubahan masyarakat,” ungkapnya.
Sebagai penutup, Anwar berharap agar seluruh masyarakat khususnya di lingkungan akademisi, semakin memahami, menyadari serta menjalankan konstitusi secara konsekuen. “Ketika konstitusi atau hukum tidak mampu ditegakkan, maka akan menjadi awal hancurnya sebuah bangsa, kemudian kehancuran sebuah Negara,” tutupnya. (ddy/lul)