Sterren Silas Samberi, seorang dokter asal Papua yang berstatus PNS mengajukan perbaikan permohonan pengujian aturan mengenai sanksi bagi PNS yang memalsukan data-data administrasi. Aturan tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sidang perbaikan perkara dengan Nomor 111/PUU-XIV/2016 tersebut digelar Kamis (5/1) di Ruang Sidang MK.
Pemohon, tanpa didampingi kuasa hukum, menjelaskan tidak banyak perubahan yang dilakukan dalam permohonannya. Perbaikan yang dilakukan antara lain petitum yang meminta Mahkamah Konstitusi mempertegas penafsiran terkait Pasal 9 UU Tipikor.
Dalam sidang perdana, pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 9 UU Tipikor. Pasal tersebut menyatakan,
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi”.
Pasal tersebut telah menjerat pemohon sebagai Plt. Direktur Rumah Sakit Agats Kabupaten Asmat dalam hukuman pidana 2 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp50.000.000 atas tuduhan tindak pidana korupsi, yaitu menggunakan uang sebesar Rp 630.616.395 untuk kepentingan sendiri dan memperkaya diri sendiri.
Menurut pemohon, ia dituduh telah melakukan pemalsuan terkait data-data adminsitratif, padahal hal itu tidak terjadi. Ia mencontohkan harus membawa pasien ke RS yang memiliki dokter spesialis, namun PELNI tidak mengeluarkan tiket sehingga ia membuat data perjalanan tanpa adanya bukti. “Akibatnya, yang terjadi adalah kami membuat tiket tersebut. Sebenarnya bukan palsu, Yang Mulia, perjalanannya ada. Tetapi karena keterbatasan,” ujarnya.
Untuk itu, pemohon meminta agar majelis hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk menyatakan Pasal 9 UU Tipikor bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dimaknai semua pemalsuan (tanpa memedulikan kerugian yang ditimbulkan, dan/atau memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan /perekonomian negara).(Lulu Anjarsari/lul)