Mahkamah Konstitusi hadir dan bertugas untuk menye-imbangkan dua prinsip, yakni prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dan prinsip nomokrasi yang menegasikan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Demikian disampaikan Ketua MK Arief Hidayat dalam ceramah kunci pada Konferensi Hukum Nasional: Refleksi Hukum 2016 dan Proyeksi Hukum 2017 yang diselenggarakan Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember, di Jember, Jawa Timur, Jumat (16/12).
Lebih lanjut Arief menekankan empat hal penting dalam kesempatan tersebut. Pertama, demokrasi harus berdasarkan dan dibatasi oleh hukum. “Pun sebaliknya, hukum harus pula dirumuskan melalui mekanisme yang demokratis,” ujarnya.
Secara normatif, hal itu dijumpai pada Pasal 1 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD 1945 yang meniscayakan prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan negara. “Demokrasi tanpa hukum, cenderung liar dan anarkis. Hukum tanpa demokrasi, menjadi oligarkis dan lalim,” terang Arief.
Kedua, tambahnya, peran MK melalui putusan-putusannya, terutama dalam kurun waktu setahun ke belakang. Arief menjelaskan MK telah mengabulkan beberapa permohonan pengujian undang-undang. MK membentuk legal policy baru yang mengandung dimensi kebenaran dan keadilan konstitusi.
“Meskipun terkesan ada pengesampingan legal policy, akan tetapi hal demikian semata-mata hanya betujuan untuk menyeimbangkan demokrasi dan nomokrasi,” paparnya.
Hal ketiga, terkait respons dan implementasi terhadap Putusan MK. Meskipun kerap diwarnai polemik, pada akhirnya publik memandang MK senantiasa memberikan putusan yang terbaik bagi bangsa. Untuk itu, Putusan MK kerap dijadikan rujukan dan pijakan dalam legislasi. “Langkah ini sangat baik untuk dilanjutkan, terutama agar undang-undang tidak lagi mengalami problematika konstitusional,” tegas Arief.
Terakhir, Arief menyampaikan soal pentingnya bagi kita untuk membangun sistem hukum bangsa yang memberi titik tekan agak lebih banyak pada aspek kultur hukum. Respek dan kesadaran perlu terus diinternalisasikan kepada semua pihak, kepada seluruh lembaga negara, kepada seluruh pemangku kepentingan.
“Tidak ada satu pihak yang dapat menegakkan konstitusi tanpa dukungan pihak lain. Demi menjamin tegaknya konstitusi, diperlukan kolaborasi serta hubungan sinergis yang lebih baik lagi di antara lembaga negara pada semua cabang kekuasaan,” tandasnya.
Kegiatan konferensi berlangsung selama dua hari, Jumat (16/12) dan Sabtu (17/12). Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Bupati Jember Faida, dihadiri oleh Rektor Universitas Jember Moh. Hasan, Sekjen MK M. Guntur Hamzah, Dirjen Pemasyarakatan Kemekumham I Wayan K. Dusak, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana, dan sejumlah tokoh lainnya.
(ddy/lul)