Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Pemohon mengenai Pengujian UU No. 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian (UU PLTP). pada hari Kamis, tanggal 20 September 2007 di Ruang Sidang Pleno Lantai 2, Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat. Dalam konklusi putusannya MK menyatakan bahwa Pasal 10 Ayat (3) dan Ayat (4) UU 56/1960 telah sejalan dengan apa yang diatur dalam UU PA, sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28H Ayat (4), dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945. Dengan demikian permohonan Pemohon tidak beralasan dan karenanya harus dinyatakan ditolak.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menjelaskan bahwa ketentuan dalam undang-undang a quo justru telah memberikan aturan yang jelas atau adanya kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam rangka penataan ulang kepemilikan tanah (landreform) khususnya tanah pertanian sehingga amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam UU PA (khususnya Pasal 7 dan Pasal 17) terwujudkan dalam UU 56/1960 yang mencerminkan bahwa tanah dan kepemilikannya adalah berfungsi sosial.
Yusri Ardisoma selaku Pemohon dalam permohonan ini, sebagaimana diungkapkannya dalam permohonannya, menganggap UU No. 56 PRP Tahun 1960 khususnya Pasal 10 Ayat (3) yang berbunyi Jika terjadi tindak pidana yang dimaksud ayat 1 huruf a pasal ini maka pemindahan hak itu batal karena hukum sedang tanah yang bersangkutan jatuh pada Negara, tanpa hak untuk menuntut ganti kerugian berupa apapun; dan Ayat (4) yang berbunyi Jika terjadi tindak pidana sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 huruf b pasal ini, maka kecuali di dalam hal termaksud dalam pasal 7 ayat (1) tanah yang selebihnya dari luas maksimum jatuh pada Negara yaitu jika tanah tersebut semuanya milik terhukum dan/atau anggota-anggota keluarganya, dengan ketentuan bahwa ia diberi kesempatan untuk mengemukakan keinginannya mengenai bagian tanah yang mana yang akan dikenakan ketentuan ayat ini. Mengenai tanah yang jatuh pada Negara itu tidak berhak atas ganti kerugian berupa apapun. UU 56/1960 secara nyata telah bertentangan terhadap Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28H Ayat (4) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Terhadap Putusan MK ini, terdapat tiga orang Hakim Konstitusi yang mengemukakan pendapat berbeda (dissenting opinion), yakni Maruarar Siahaan, Soedarsono, dan Abdul Mukthie Fadjar. (Vien)