Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan 11 mahasiswa hukum pertukaran pelajar Universitas Indonesia dan Universitas Malaya Malaysia, Rabu (30/11). Kunjungan tersebut disambut langsung Kepala Biro Humas dan Protokol Rubiyo dan Peneliti MK Bisariyadi di Lantai 4 Gedung MK.
Dalam sambutan, Rubiyo mengucapkan terima kasih atas kunjungan tersebut. Ia berharap kegiatan kunjungan dapat menambah keilmuan tentang MK bagi mahasiswa dua universitas. Rubiyo menyebut acara kunjungan adalah kegiatan lumrah dan sering terjadi di MK. “Kami sangat senang dapat berbagi banyak hal dengan masyarakat luas,” ujarnya.
Pada sesi materi, Bisar menjelaskan tentang sejarah dan tugas MK. Berdiri sejak 13 Agustus 2003, ia menyebut MK adalah jawaban dari amanat reformasi yang terbentuk pasca jatuhnya rezim otoriter Soeharto.
“Tujuannya untuk melindungi hak konstitusional tiap warga negara. Selain itu, juga sebagai lembaga yang berfungsi melakukan check and balance pada undang-undang yang dihasilkan parlemen agar sesuai Konstitusi,” jelasnya.
Selanjutnya, Bisar menjelaskan empat kewenangan dan satu kewajiban MK berdasar amanat UUD 1945. Kewenangan MK yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
MK, kata Bisar, terdiri dari sembilan hakim. Mereka merupakan representasi pilihan Mahkamah Agung (MA), Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Perinciannya masing masing berjumlah tiga orang dari pilihan tiap lembaga. Adapun untuk penentuan Ketua MK dilakukan dengan voting atau musyawarah di internal sembilan hakim.
“Untuk fit and proper test semua dilaksanakan di DPR. Merekalah nanti yang memutuskan siapa saja sembilan orang yang berhak menjadi hakim konstitusi,” jelasnya.
Tanya Jawab
Selesai pemaparan, sesi berlanjut ke tanya jawab. Seorang Mahasiswi Universitas Malaya bertanya apakah MK di Indonesia termasuk supreme court.
Bisar menyebut ada perbedaan antara Indonesia dengan Malaysia. Di Malaysia, kewenangan menguji undang-undang berada di tangan Supreme Court (Mahkamah Agung). Sedangkan di Indonesia, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi adalah lembaga peradilan yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya.
Sementara, seorang mahasiswa Universitas Indonesia bertanya tentang putusan MK mengenai penyadapan yang menyangkut Setya Novanto. Ia menanyakan proses putusan permohonan tersebut bisa lahir.
Menjawab pertanyaan tersebut, Bisar menjelaskan putusan merupakan pendapat hukum para hakim konstitusi sehingga ia tak bisa berkomentar detail terkait itu. Adapun kembalinya Setya Novanto menjadi Ketua DPR merupakan ranah politik sehingga tidak perlu dicampuraduk dengan putusan hukum.
-ARS/lul