Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan dari Mahasiswa Fakultas Hukum IAIN Bengkulu yang sedang melakukan Kuliah Kerja Lapangan. Kunjungan tersebut diterima oleh Peneliti Meyrinda Hilipito pada Kamis (1/12) di Gedung MK.
Dalam kunjungan tersebut, Hilipito menjelaskan lahirnya MK bermula dari adanya krisis multidimensional yang memicu adanya tuntutan reformasi yang salah satu isinya adalah meminta perubahan UUD 1945. Pada saat itu, muncul gagasan membentuk lembaga negara yang mempunyai kewenangan untuk menguji undang-undang. Hal ini, lanjut Hilipito, muncul di Sidang Kedua ad hoc BP MPR meski baru berupa alternatif-alternatif. MK pun lahir dalam lingkup lembaga yudikatif yang memiliki beberapa kewenangan dan kewajiban sebagai pengawal Konstitusi.
Selain itu, ia juga menjelaskan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung, MK mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kewenangan MK tersebut di antaranya MK berwenang menguji UU terhadap UUD 1945. Selain itu, MK memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. MK juga memutus pembubaran partai politik, dan terakhir, MK memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sedangkan satu kewajiban MK adalah Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela. Ia menyebut pengujian undang-undang sebagai kewenangan yang paling sering dilakukan MK. Dari pengujian undang-undang, MK memberi warna terhadap sistem ketatanegaraan MK. MK berprinsip untuk menyelenggarakan peradilan yang sesuai dengan UUD 1945 sebagai dasar negara. "Selain itu, MK menyehatkan sistem hukum di Indonesia,"ujarnya di hadapan sekitar 50-an mahasiswa.
Sepanjang 13 tahun MK berdiri, tercatat kewenangan yang paling sering dilaksanakan adalah PUU, dan dari putusan PUU inilah peran MK terlihat karena telah banyak memberi sumbangan bagi penyehatan sistem hukum di Indonesia, misal seperti: pengujian undang-undang ketenagalistrikan ataupun sumber daya air. Kemudian ada pula putusan MK yang membatalkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dan pasal-pasal dalam UU Sisdiknas yang dianggap bertentangan dengan kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini karena dalam undang-undang tersebut memberi peluang untuk terjadinya liberalisasi pendidikan yang hanya menguntungkan kelompok masyarakat yang kaya dan merugikan masyarakat yang miskin (Putusan 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009). Adapula putusan yang berdampak bagi kehidupan beragama seperti pengujian undang-undang perkawinan terkait pernikahan beda agama. husunya terkait dengan kepentingan umat Islam seperti Putusan 86/2012.
“MK memberi peluang bagi amil zakat seperti perkumpulan orang, tokoh umat Islam, pengurus takmir masjid, mushola di suatu wilayah (yg belum terjangkau oleh BAZIS/LAZIS) boleh mengelola/menyalurkan zakat tanpa dikenai sanksi pidana dan syarat berbadan hukum dan terdaftar di organisasi kemasyarakat Islam menjadi tidak wajib,” terangnya.
Usai menjelaskan dan sesi tanya jawab, para mahasiswa langsung menuju ke Pusat Sejarah Konstitusi yang terbuka untuk umum pada hari kerja. Di museum ini, Konstitusi dipelajari dalam delapan zona. Delapan zona tersebut yaitu zona pra kemerdekaan, zona kemerdekaan, zona undang-undang dasar 1945, zona konstitusi RIS, zona UUD sementara 1950, zona kembali ke UUD 1945, zona perubahan UUD 1945, zona mahkamah konstitusi. (Lulu Anjarsari/lul)