Revitalisasi Pancasila meniscayakan upaya penggalian kembali norma-norma falsafah Pancasila untuk menjadikan spirit dan landasan bagi terbentuknya bimbingan moral serta menjadi landasan bagi norma hukum di Indonesia. Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional bertajuk Revitalisasi Perspektif Negara Hukum yang diselenggarakan oleh MK bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Rabu (16/11) di Semarang.
Arief mengatakan Pancasila menjadi dasar falsafah negara yang melahirkan cita hukum dan dasar sistem hukum tersendiri sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Menurutnya, Pancasila sebagai dasar negara menjadi sumber dari segala sumber hukum yang memberi penuntun hukum serta mengatasi semua peraturan perundang-undangan, termasuk UUD 1945. Dengan kata lain, sambung Arief, Pancasila adalah tempat berangkat sekaligus tempat tujuan hukum Indonesia.
“Sebagai cita hukum, Pancasila sekaligus menjadi bingkai bagi sistem hukum Indonesia, sebagai sistem khas Indonesia yang berbeda dari sistem hukum lain,” ujarnya dalam seminar yang turut dihadiri Gubernur Jawa tengah Ganjar Pranowo, Taprof Bidang Hukum dan HAM Lemhanas Adi Sudjatno, Rektor Unnes Fathur Rokhman, Dekan FH Unnes Rodiyah, Kepala Biro Humas dan Protokol MK Rubiyo, serta segenap dosen dan mahasiswa Unnes.
Arief juga menegaskan Pancasila sebagai cita hukum menjadikan hukum Indonesia bukan merupakan hukum sekuler, namun juga bukan hukum yang didasarkan agama tertentu saja. Cita hukum Pancasila, jelas Arief, mengharuskan hukum Indonesia mengakui manusia sebagai individu yang mrmiliki hak dan kewajiban sesuai dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab sekaligus mengakui bahwa fitrah manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa menjadi manusiawi dan beradab apabila tidak hidup bersama dengan manusia lain.
Lebih lanjut, Arief menilai revitalisasi sangat perlu dilakukan untuk menjadikan Pancasila sebagai paradigma dalam berhukum sehingga dapat memperkecil jarak antara das sollen (kaidah dan norma, red) dan das sein (implementasi norma, red), sekaligus memastikan nilai-nilai Pancasila senatiasa bersemayam dalam hukum Indonesia.
Sementara Kepala Biro Humas dan Protokol Rubiyo mengisi Kuliah Umum yang bertajuk “Restorasi Pancasila sebagai Falsafah Bangsa”. Pada kesempatan itu, Rubiyo mengatakan krisis moral negara harus segera dipulihkan pada keadaan semula saat para pendiri bangsa merumuskan Pancasila sebagai falsafah bangsa dengan menjadikannya sebagai suatu nilai yang hidup dalam masyarakat. Saat itu, konsekunsi dari implementasi Pancasila adalah kedamaian, ketentraman, ketertiban, persatuan, kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat Indonesia. Namun, Rubiyo mengatakan, upaya restorasi nilai luhur Pancasila tidak dapat terlaksana jika hanya dilakukan secara parsial. Menurutnya, diperlukan gerakan secara simultan, integral dan konsekuen melalui rencana aksi nasional untuk menguatkan kembali Pancasila sebagai moral bangsa dan mengembalikan Pancasila sebagai panduan hidup berbangsa dan bernegara.
“Untuk itulah, kita mesti bersepakat untuk menguatkan kembali Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa di tengah krisis moral saat ini,” pungkasnya.
Selain itu, Rubiyo menegaskan, pancasila harus dihayati dan diamalkan secara holistik dan bukan secara parsial, secara kumulatif dan bukan secara alternatif. Artinya, kelima sila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisah-pisah. Menurutnya jangan hanya menghayati dan mengamalkan satu sila kemudian menafikan sila lain. Hal tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam merealisaikan nilai Pancasila dalam kehidupan nyata.
(Yuwandi/lul