Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materiil Pasal 255 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Benny RB Kowel selaku Pemohon hadir langsung dalam persidangan. Pemohon adalah peserta pemilu 2014, tepatnya calon anggota DPD 2014 dari Provinsi Kalimantan Timur.
Menurut Benny, ketentuan Pasal 255 ayat (1) dan ayat (2) UU MD3 merugikan Provinsi Kalimantan Utara. Sebab, saat Pemilu 2014 Provinsi Kalimantan Utara bukan merupakan daerah pemilihan yang mandiri, melainkan masih digabung dengan Provinsi Kalimantan Timur.
“Provinsi Kalimantan Utara terbentuk dengan UU No. 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara dan diundangkan tanggal 17 November 2012. Tetapi Provinsi Kalimantan Utara dalam Pemilihan Umum tahun 2014 bukan merupakan daerah pemilihan yang mandiri, digabung menjadi satu dengan Provinsi Kalimantan Timur,” kata Benny di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Akibat keadaan itu, lanjut Benny, pada akhirnya Provinsi Kalimantan Utara tidak memiliki anggota DPD sendiri. Benny menambahkan untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan eksekutif di Provinsi Kalimantan Utara telah ditetapkan dan dilantik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara pada tanggal 30 Desember 2014. Dengan demikian terhitung sejak tahun 2014. Provinsi Kalimantan Utara telah memiliki Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota yang mandiri. “Seharusnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD) Provinsi Kalimantan Utara harus ditetapkan dan dilantik juga,” ujarnya.
Oleh karena itu, Pemohon meminta Majelis Hakim untuk memerintahkan KPU melantik anggota DPD Provinsi Kalimantan Utara.
Nasihat Hakim
Terhadap dalil-dalil yang disampaikan Pemohon Perkara No. 104/PUU-XIV/2016, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan MK tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan KPU. “Ini kan permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Kami tidak mempunyai kewenangan untuk memuat putusan yang memerintahkan KPU seperti yang Saudara minta. Itu bukan kewenangan kami meminta KPU, kecuali kalau dalam sengketa perselisihan hasil pemilu, memang bisa memuat perintah seperti itu. Tapi sekali lagi, ini kan pengujian undang-undang. Oleh karena itu, Saudara harus melakukan perbaikan permohonan kalau memang ini yang diuji.”
Sementara Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menasehati Pemohon agar membaca dan memahami Undang-Undang MK lebih cermat. “Saudara Pemohon kan sebagai calon anggota DPD yang minta dilantik sebagai anggota DPD dari Kalimantan Utara. Pertanyaan pertama saya apakah para Pemohon sudah membaca belum Undang-Undang Mahkamah Konstitusi?” tanya Patrialis.
Patrialis mengimbuhkan penyelesaian perkara Pemohon tidak tepat dibawa ke MK karena MK tidak memiliki kewenangan sebagaimana yang diinginkan Pemohon. “Yang Saudara lakukan sebetulnya bukan menguji norma undang-undang, tapi ini satu persoalan yang sedang Saudara hadapi jalannya buntu. Jadi sebetulnya penyelesaiannya tidak Mahkamah Konstitusi,” jelas Patrialis.
(ars/lul)