Jelang pemilihan kepala daerah serentak pada 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) bersiap diri untuk menghadapi perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati dan walikota (PHP Kada). Salah satu persiapan yang dilakukan MK adalah dengan menggelar Workshop Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2017, Jumat (18/11) sampai Minggu (20/11) di Bekasi. Workshop diikuti oleh seluruh pegawai di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK.
Saat membuka acara, Wakil Ketua MK Anwar Usman menjelaskan bahwa kegiatan workshop merupakan bagian dari evaluasi penanganan perkara PHP Kada Serentak 2015 dan menjaga kemantapan kinerja MK dalam menghadapi perkara PHPKada 2017. Ia menyebut jika pada evaluasi ditemukan kekurangan, maka harus ditingkatkan kualitasnya. "Kegiatan ini merupakan diseminasi untuk memahami hukum acara MK dan pedoman beracara. Tak hanya itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk menguatkan koordinasi dan kerjasama," ucapnya di hadapan para pegawai Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK.
Hadir pula dalam kegiatan tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Aswanto yang memaparkan materi mengenai Evaluasi Pelaksanaan Penanganan Perkara PHP Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2017. Aswanto menerangkan evaluasi yang terbaik hanya dapat dilakukan oleh pihak luar, terutama para pihak yang beracara. "Penanganan perkara pada 2017 diberikan waktu lebih longgar, namun kita tetap harus melakukan yang terbaik," ucapnya.
3 Hari Kerja
Aswanto pun menjelaskan mengenai tafsir 3 hari kerja sejak diumumkan KPU sebagai jangka waktu pendaftaran PHPKada Serentak Tahun 2017. Menurut Rapat Permusyawaratan Hakim, makna putusan MK yang menggantikan istilah 3x24 jam tersebut berarti menyesuaikan dengan jam kerja pelayanan di MK. Hal serupa ditekankan kembali oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dalam pemaparannya mengenai Hukum Acara Penanganan Perkara PHP Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2017. Menurutnya, waktu pendaftaran permohonan PHPKada dilakukan dalam 3 hari kerja mengandung arti jam kerja pelayanan di MK. Ia mengatakan hal tersebut guna mengefektifkan dan mengefisienkan kinerja gugus tugas. "Jika ada yang mendaftar di luar jam kerja, kita akan tetap berikan tanda terima berkas. Namun untuk proses detail, harus dilakukan keesokan harinya (pada hari dan jam kerja, red)," tegasnya.
Guntur pun menambahkan meski ada pemaknaan tersebut, tetap MK memperhatikan agar hak pencari keadilan tidak terlanggar, salah satunya dengan memberikan pelayanan permohonan online. Permohonan online tersebut dinilai Guntur akan banyak membantu para pencari keadilan di daerah sehingga tak perlu mengkhwatirkan aturan mengenai 3 batasan hari kerja.
Perubahan Jangka Waktu Sidang
Dalam kesempatan itu, hadir pula Panitera MK Kasianur Sidauruk yang menyampaikan beberapa perubahan yang terdapat dalam PMK No. 1/2016 dibanding PMK No. 1/2015 juncto PMK No. 5/2015. Perubahan tersebut di antaranya pada tahap penerimaan permohonan, tahap persidangan, hingga pasca putusan. Ia menyebut pelaksanaan sidang Pemeriksaan Pendahuluan yang pada 2015 dilakukan dengan waktu paling lambat 6 hari kerja, maka di PMK No. 1/2016, dilaksanakan paling cepat 3 hari kerja setelah permohonan dicatat dalam BRPK.
Kasianur pun menyampaikan perbedaan besar lain, yakni pasca putusan. Jika sebelumnya tak ada batas waktu penyampaian salinan putusan kepada Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, Pemerintah dan DPRD setempat, maka pada 2017 mendatang, MK akan menyampaikan salinan tersebut dalam jangka waktu lima hari kerja.
Akan hadir dalam workshop beberapa narasumber lain yang diundang untuk menyampaikan materi seputar penanganan PHP Kada. Narasumber tersebut di antaranya KPU dan Bawaslu. (Lulu Anjarsari)