Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan dari Mahasiswa Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung. Kunjungan tersebut diterima oleh Peneliti MK Pan Mohammad Faiz pada Rabu (16/11) di Gedung MK.
Dalam paparannya, Faiz menjelaskan seluk-beluk kelahiran MK yang dimulai dari amendemen UUD 1945. Amendemen tersebut mengubah susunan ketatanegaraan NKRI yang semula menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Pasca amandemen, lembaga negara yang kewenangannya tercantum di dalam UUD 1945 memiliki kedudukan yang sama. Kemudian Indonesia pun menganut sistem demokrasi yang sebenarnya memiliki cacat bawaan, yakni terletak pada mayoritas suara terbanyak. “Untuk mengimbangi hal tersebut, Indonesia pun menganut sistem nomokrasi sehingga menjadi demokrasi nomokrasi atau demokrasi yang konstitusional berlandaskan hukum,” terang di hadapan sekitar 280 mahasiswa yang hadir.
Selanjutnya, ia memaparkan perbedaan kewenangan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang kerapkali masih membingungkan di mata masyarakat. MK, lanjutnya, terkait dengan peradilan hukum tata negara, sementara MA lebih mencakup pada peradilan agama, PTUN, PN, dan lainnya. “Dari sisi kewenangan pun sangat jauh berbeda,” tambahnya.
Faiz menerangkan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung, MK mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kewenangan MK tersebut di antaranya MK berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Ia mencontohkan beberapa pengujian undang-undang yang pernah diuji di MK. Salah satunya terkait pendidikan, yakni uji materiil aturan mengenai anggaran pendidikan. Ia menyebut seorang guru asal Jawa Timur berhasil meyakinkan Majelis Hakim Konstitusi atas hak warga negara yang harus dipenuhi pemerintah dengan menganggarkan dana pendidikan sebesar 20% dalam APBN.
Selain itu, Faiz menjelaskan kewenangan MK lain, yakni MK memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. MK juga memutus pembubaran partai politik, dan terakhir, MK memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sedangkan satu kewajiban MK adalah Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela.
Usai menjelaskan dan sesi tanya jawab, para mahasiswa langsung menuju ke Pusat Sejarah Konstitusi yang terbuka untuk umum pada hari kerja. Di museum ini, Konstitusi dipelajari dalam delapan zona. Delapan zona tersebut yaitu zona pra kemerdekaan, zona kemerdekaan, zona undang-undang dasar 1945, zona konstitusi RIS, zona UUD sementara 1950, zona kembali ke UUD 1945, zona perubahan UUD 1945, zona mahkamah konstitusi. (Lulu Anjarsari/lul)