Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara No. 22/PUU-V/2007 tentang pengujian UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) terhadap UUD 1945, Rabu (5/9), di ruang sidang panel MK dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.
Hampir serupa dengan permohonan para Pemohon dalam perkara No. 21/PUU-V/2007, dalam petitum perkara ini, para Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi menyatakan materi muatan Pasal 4 ayat (2) huruf a, Pasal 8 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Pasal 12 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Pasal 21, Pasal 22 ayat (1) dan (3) bertentangan dengan UUD 1945. Bahkan para Pemohon juga meminta Majelis Hakim Konstitusi menyatakan UU PM bertentangan dengan UUD 1945.
22 Pemohon dalam perkara ini diwakili oleh Tim Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan LBH Bandar Lampung. Para Pemohon dalam perkara ini juga terdiri dari berbagai latar belakang pekerjaan mulai dari petani, pedagang pasar tradisional, buruh, maupun nelayan.
Pokok persoalan yang dinyatakan dalam permohonan adalah, para Pemohon berpendapat UU PM bertentangan dengan prinsip dasar pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang anti penjajahan dan mengutamakan persatuan dan kedaulatan, kemakmuran rakyat dan mengutamakan demokrasi ekonomi. Selain itu, menurut para Pemohon, UU PM hanya bertujuan mengundang sebesar-besarnya investor asing dengan memberikan fasilitas yang seluas-luasnya. Namun, di sisi lain justru UU PM ini memunculkan potensi penyingkiran pelaku kekuatan ekonomi riil bangsa Indonesia.
Dalam penjelasan legal standing, para Pemohon mewakili empat pilar kekuatan ekonomi bangsa yaitu buruh, petani, nelayan tradisional, dan pedagang tradisional yang secara langsung atau tidak, merasa hak konstitusionalnya berpotensi dirugikan akibat berlakunya UU PM ini.
Terhadap penjelasan di atas, Majelis Panel Hakim yang terdiri dari Ketua Panel Hakim Dr. H. Harjono, S.H., MCL., Hakim Anggota Prof. Dr. H.M. Laica Marzuki, S.H., dan I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H. meminta para Pemohon memperbaiki permohonannya dengan membuat konstruksi permohonan yang runtut yang bisa menjelaskan kerugian konstitusional apa saja yang dialami masing-masing pemohon sesuai dengan bidang pekerjaannya, akibat UU PM ini.
Sedangkan terhadap keinginan para Pemohon supaya MK membatalkan seluruh isi UU PM ini, Hakim Anggota Panel I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H. kembali meminta para Pemohon untuk menjelaskan secara rinci alasan hukum apa yang mendasari bahwa tiap-tiap pasal dalam UU PM itu dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Kami memberi anda waktu maksimal 14 hari kerja untuk melakukan perbaikan permohonan, ucap Harjono sebelum mengetuk palu tanda akhir persidangan ini. (Wiwik Budi Wasito)