Sebanyak 237 mahasiswa dari berbagai fakultas Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Persatuan Islam (Persis) Bojongsoang Bandung berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (15/11). Panitera Pengganti MK Mardian Wibowo menerima kedatangan rombongan mahasiswa di ruang delegasi lantai 4 Gedung MK.
Pada kesempatan itu, Mardian tidak menyampaikan materi khusus kepada para mahasiswa, namun langsung mengajak para mahasiswa untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan konstitusi maupun Mahkamah Konstitusi. Salah seorang mahasiswa misalnya menanyakan perbedaan antara Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung.
“Mahkamah Konstitusi adalah pengadilan konstitusi, mengadili undang-undang terhadap konstitusi. Mahkamah Konstitusi mengadili apakah norma suatu undang-undang itu bersesuaian atau tidak dengan konstitusi. Kalau bertentangan dengan konstitusi, maka undang-undang itu dibatalkan, bisa seluruhnya atau sebagian. Kalau tidak bertentangan dengan konstitusi, maka undang-undang itu tetap ada dan berjalan. Sedangkan Mahkamah Agung mengadili perkara-perkara pidana, perdata, militer, industrial dan sebagainya,” papar Mardian yang didampingi Lalan Syahlan selaku dosen bahasa Indonesia STAI Persis Bojongsoang Bandung.
Mardian melanjutkan, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Sesuai Pasal 24C UUD 1945, MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat untuk menguji UU terhadap UUD 1945. Selain itu MK berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang diatur oleh UUD 1945.
Berikutnya, lanjut Mardian, MK berwenang memutus pembubaran parpol. “Ketika ada pihak yang ingin membubarkan parpol, bisa meminta pembubaran parpol ke MK tapi melalui syarat-syarat tertentu,” ucap Mardian. Ditambah lagi dengan kewenangan MK memutus perselisihan hasil pemilu dan satu kewajiban MK memutus pendapat DPR bila Presiden dan atau Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum maupun perbuatan tercela.
“Impeachment dimulai ketika DPR menilai Presiden selaku kepala negara melakukan pelanggaran hukum. Atas dasar itu DPR meminta MK menilai pendapat DPR tersebut, benarkah tuduhan itu? Ketika MK membenarkan bahwa tuduhan DPR itu benar secara hukum, maka akan disusul dengan pemberhentian Presiden. Tapi kalau tuduhan DPR itu tidak terbukti secara hukum, maka tidak akan berlanjut dengan proses impeachment,” urai Mardian kepada para mahasiswa.
Selanjutnya, Mardian menjawab pertanyaan mahasiswa mengenai syarat-syarat menjadi hakim konstitusi dan perekrutan hakim konstitusi. Mengenai syarat menjadi hakim konstitusi bahwa hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. Hal ini sesuai Pasal 24C ayat (5) UUD 1945.
Sementara Pasal 16 UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi menerangkan bahwa calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat: warga negara Indonesia; berpendidikan sarjana hukum; berusia sekurang-kurangnya 40 tahun pada saat pengangkatan; tidak pernah dijatuhi pidana penjara dengan hukuman lima tahun atau lebih; tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 tahun; membuat surat pernyataan tentang kesediaannya untuk menjadi hakim konstitusi.
Lebih lanjut Mardian menerangkan perekrutan hakim konstitusi. Sembilan orang hakim konstitusi dipilih melalui tiga unsur. Bahwa unsur pertama dari Mahkamah Agung sebanyak tiga orang. Unsur kedua dari DPR sebanyak tiga orang dan unsur ketiga dari Presiden yang juga tiga orang.
(Nano Tresna Arfana/lul)