Hukum harus bersifat progresif. Jika tidak, akan sulit bagi seorang hakim untuk menjatuhkan sebuah putusan. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ketika membuka acara Diponegoro Law Fair 2016 di Semarang, Jumat (28/10). Dalam kesempatan itu, ia mengungkapkan jika hukum hanya bertumpu pada hukum konvensional, maka hal itu akan mempersulit tercapainya keadilan substantif.
“Tak hanya dibutuhkan hukum yang progresif, namun juga penegak hukum bahkan hakim yang progresif untuk mencapai keadilan yang substantif,” ucapnya di hadapan segenap peserta yang hadir dalam acara tersebut.
Ia pun mengharapkan adanya pemikiran-pemikiran yang lahir dan memberikan sumbangsih dalam penegakan hukum bangsa Indonesia pada masa sekarang. Lebih lanjut, Anwar menyinggung mengenai banyaknya produk hukum seperti undang-undang yang diajukan untuk diuji secara materiil ke Mahkamah Konstitusi.
Perubahan UUD 1945
Anwar yang juga menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional Mahkamah Konstitusi menyampaikan peran aktif MK dalam sistem ketatanegaraan. Di awal penyampaiannya, ia memberikan penjelasan mengenai Perubahan UUD 1945 yang menjadi cikal bakal lahirnya MK.
Selain itu, Anwar menilai perubahan UUD 1645 lebih efektif dibandingkan mengganti UUD 1945 sebagai konstitusi. “Jika di masa depan, akan ada perubahan UUD 1945, tentu tidak akan sulit untuk menelusuri kebaikan dari naskah yang sebelumnya. Hal ini lebih mudah daripada mengganti UUD,” jelasnya.
Namun ia menekankan bahwa UUD 1945 merupakan dasar konstitusi dalam berbangsa dan bernegara. Maka sepatutnya tidak perlu dilakukan perubahan dengan mudahnya. Perubahan harus dilakukan secara komprehensif, matang dan mendalam. Ia pun menekankan bahwa perubahan konstitusi dalam negara demokrasi harus berdasarkan aspirasi rakyat. “Karena jika perubahan dilakukan, implikasinya akan luas bagi bangsa dan negara,” tegasnya.
MK, lanjutnya, dikonstruksikan sebagai pengawal dan penafsir konstitusi, Artinya, jika nantinya terjadi perubahan UUD, MK tidak dapat ikut campur karena terbatasnya kewenangan yang diberikan. “MK hanya sebagai pengawal, bukan pembentuk,” tandasnya.
Anwar menyebut peran MK adalah menjalankan fungsi check and balances dalam negara demokrasi. Check and balances tersebut dilaksanakan dengan melakukan pengujian undang-undang. (lulu Anjarsari/M. Nur/lul)