Sidang perbaikan permohonan uji materiil Undang-Undang No. Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (1/11) siang. Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Pemohon Yoyo Efendi hadir langsung dalam persidangan.
Pokok perbaikan dalam permohonan Nomor 89/PUU-XIV/2016 tersebut antara lain mengenai legal standing. “Pemohon dalam pengajuan undang-undang adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu perseorangan warga negara Indonesia yang merasa dirugikan hak dan kewenangan konstitusionalnya oleh karena berlakunya ketentuan Pasal 1 angka 31 dan angka 32 sepanjang frasa di suatu daerah pemilihan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,” papar Yoyo di harapan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Menurut Pemohon, hak konstitusional Pemohon telah dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 1 angka 31 dan angka 32 UU Pemilu Legislatif sepanjang frasa di suatu daerah pemilihan adalah berkenaan dengan hak untuk memperoleh perlakuan yang sama di hadapan hukum dan hak untuk bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif. “Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan atau jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” kata Yoyo.
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan, Pemohon mendalilkan selama pembagian dan penetapan perolehan kursi hasil pemilu masih menggunakan metode hare quota, maka penyelenggaraan pemilu hanya menghasilkan keputusan yang bersifat diskriminatif terhadap partai politik peserta pemilu. Kegagalan metode hare quota yang telah dimodifikasi oleh Undang-Undang Pemilu Legislatif disebabkan adanya kekeliruan dalam membuat ketentuan Pasal 1 angka 31 dan angka 32 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan” dan Pasal 209 ayat ayat (3) sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan” dan frasa “di satu daerah pemilihan”, Pasal 211 ayat (1) sepanjang frasa “di daerah pemilihan”, Pasal 212 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan”, Pasal 213 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan”, dan Pasal 215 alinea pertama sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan” dan Pasal 215 huruf b sepanjang frasa “daerah pemilihan” UU Pemilu Legislatif.
Pemohon beranggapan, pencantuman frasa “di suatu daerah pemilihan” dalam ketentuan Pasal 1 angka 31 dan angka 32, Pasal 209 ayat ayat (3), Pasal 211 ayat (1), Pasal 212, Pasal 213, Pasal 215 alinea pertama dan Pasal 215 huruf b UU Pemilu Legislatif telah menghasilkan angka BPP yang salah kaprah, bahkan menjadi akar masalah timbulnya kecurangan dan keputusan diskriminatif dalam pelaksanaan penetapan hasil pemilu. (Nano Tresna Arfana/lul)