Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan 27 Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Senin (31/10). Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati di Ruang Delegasi MK.
Dalam kesempatan itu, Maria menjelaskan aliran penafsiran saat MK memutus perkara. Mulai dari interpretasi gramatikal, sosiologis, sistematis, maupun historis. “Bahkan di Pasal 5 Undang-Undang Kehakiman, Hakim MK wajib menggali serta memahami nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat,” jelasnya.
Maria juga menegaskan hakikat kekuasaan kehakiman, yakni bersifat merdeka dan bebas dari intervensi pihak manapun. Putusan MK pun demikian, bersifat final dan mengikat serta tidak bisa dilakukan banding maupun kasasi.
Terkait peran MK sebagai penafsir tunggal Undang-Undang Dasar 1945, Maria mengutip Putusan Nomor 005/PUU-IV/2006. Putusan tersebut menyatakan MK sebagai penafsir UUD 1945 tidak boleh hanya terpaku pada original intent perumusan UUD 1945. Para hakim MK mesti memahami semangat UUD 1945 yang bertujuan untuk membangun kehidupan ketatanegaraan yang demokratis berdasarkan hukum.
Dalam konteks ketatanegaraan, Maria menyebut MK setara dengan lembaga negara lainnya seperti MA, BPK, DPR, serta Kepresidenan. MK juga digolongkan sebagai lembaga tinggi negara. Adapun secara kekuasaan kehakiman, MK bersama MA berada di puncak kekuasaan kehakiman.
(ars/lul)