Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) tidak menutup kesempatan bagi seseorang yang bermaksud untuk melakukan pernikahan lebih dari satu kali atau poligami. Demikian kesimpulan atas pendapat para Ahli dalam persidangan uji materiil UU Perkawinan di ruang sidang utama gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (23/8).
Prof. Dr. Quraish Shihab, M.A., salah seorang Ahli yang diajukan Pemerintah mengatakan persyaratan yang dibuat bagi pelaksanaan praktik poligami seperti dituangkan dalam UU Perkawinan dimaksudkan agar praktik poligami dapat sampai pada tujuan pernikahan itu sendiri. Tujuan pernikahan adalah agar tercipta ketenangan. Artinya, setiap usaha yang tidak memberikan ketenangan, bertentangan dengan tujuan pernikahan, papar Quraish Shihab.
Lebih lanjut ulama yang juga ahli ilmu fiqih ini memaparkan, Dalam prinsip hukum Islam, dimungkinkan menciptakan syarat-syarat baru pada suatu hukum yang mana syarat tersebut tidak ada pada masa Nabi, bila syarat tersebut dapat mewujudkan tujuan hukum tersebut. Hal ini juga berlaku pada hukum pernikahan poligami.
Ahli Pemerintah lainnya, Prof. Dr. Hj. Hujaemah T. Yanggo, menegaskan bahwa asas perkawinan dalam Islam adalah monogami. Akan tetapi juga tidak menutup pintu poligami. Jadi tidak bertentangan dengan HAM (Hak Asasi Manusia), tegasnya.
Sementara Dr. Eggi Sudjana, SH., M.Si., Ahli yang diajukan oleh Pemohon menilai pemberlakuan pasal-pasal yang membatasi poligami tersebut, dalam konstruk agama Islam, telah melanggar HAM. Menurut Eggi Sudjana, poligami dalam agama Islam telah menjadi bagian dari nilai-nilai ibadah. UUD 1945 telah menjamin hak warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya, imbuhnya.
Eggi juga menilai pasal-pasal yang dimohonkan uji materiil tersebut telah mempersulit seseorang yang bermaksud melaksanakan pernikahan dan pada sisi yang lain justru mempermudah perceraian.
Atas pernyataan tersebut, Direktur Jenderal BIMAS Islam Departemen Agama, Nasyaruddin Umar, memaparkan bahwa di antara beberapa penyebab, justru poligami yang menjadi penyebab tertinggi terjadinya perceraian. Ia juga membantah jika Pengadilan Agama selama ini dianggap menghalang-halangi praktik poligami. Hampir 80 persen dari permohonan orang yang bermaksud poligami dikabulkan oleh Pengadilan, ungkapnya menanggapi pernyataan Pemohon uji materiil yang merasa niatnya berpoligami dihambat oleh Pengadilan Agama.
Sidang uji materiil atas Pasal 3 Ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 9, Pasal 15, dan Pasal 24 UU Perkawinan terhadap UUD 1945 dengan agenda mendengarkan keterangan para ahli, baik yang diajukan oleh Pemohon maupun Pemerintah tersebut juga dihadiri oleh beberapa Pihak Terkait Tidak Langsung. Para Pihak Terkait tersebut antara lain, Komnas Perempuan, Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan, dan Kongres Wanita Indonesia. Perkara uji materiil ini dimohonkan oleh M. Insa, SH. yang niatnya untuk melaksanakan poligami terganjal oleh adanya ketentuan-ketentuan pada UU Perkawinan. [ardli]