Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Selasa (11/10). Pemohon teregistrasi Nomor 87/PUU-XIV/2016 tersebut mempermasalahkan pengalihan pengawasan ketenagakerjaan dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi.
Pemohon terdiri dari 11 orang berlatar belakang aktivis Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Surabaya. Para Pemohon memohonkan uji materiil Lampiran huruf G Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Tenaga Kerja Nomor 4 Sub Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan UU Pemda.
Menurut Chamdani selaku kuasa para Pemohon, lampiran tersebut menimbulkan kerugian yang nyata bagi Pemohon. Jika penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan dialihkan dari pemerintah kota ke pemerintah provinsi, Pemohon menilai pengaduan-pengaduan soal ketenagakerjaan akan berjalan tak efektif. Selain itu, pelanggaran-pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang hubungan industrial dan ketentuan otonom perusahaan tidak akan tertangani dengan baik oleh pemerintah provinsi.
“Sebabnya, pemerintah provinsi tak memiliki sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta sistem pengawasan ketenagakerjaan yang memadai. Ditambah pemerintah provinsi mesti mengkontrol 29 kabupaten dan 9 kota,” jelasnya dalam persidangan yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan Sitompul.
Di sisi lain, imbuhnya, Pemerintah Kota Surabaya telah menangani dan menyelesaikan pengaduan pelanggaran ketentuan hubungan industrial dengan baik. Pemohon menilai akan berisiko jika kewenangan pengawasan tersebut dilimpahkan ke Provinsi Jawa Timur. Dirinya memperinci, Kota Surabaya telah menyelesaikan kasus ketenagakerjaan tahun 2014 sebanyak 164 kasus, dan tahun 2015 yang telah terselesaikan sebanyak 118 kasus.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan para Pemohon, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, selaku anggota Majelis Hakim, mengkritisi legal standing Pemohon. Patrialis mempertanyakan siapa yang berhak mewakili KSPSI saat di pengadilan. Sebab, status Pemohon adalah anggota KSPSI Kota Surabaya, bukan tingkat pusat. “Coba baca, anggaran dasar KSPSI, siapa yang berwenang yang mempunyai otoriti untuk mewakili lembaga ini keluar ke pengadilan?” ujarnya.
Sementara Hakim Konstitusi Aswanto meminta Pemohon mengelaborasi permohonannya di bagian posita. Ia menyarankan Pemohon untuk menekankan kerugian konstitusionalnya, bukan kerugian materiil.
“Saudara sudah mengutip Pasal 51 beserta dengan PMK Nomor 6 Pasal 3, ya. Pasal 3 PMK Nomor 6 Tahun 2015, Saudara sudah mengutip juga itu. Nah, itu yang Saudara harus elaborasi argumen Saudara, bahwa memang mengalami kerugian konstitusional dengan tidak adanya pengawasan penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan di tingkat kabupaten,” jelasnya.
(ars/lul)