Pancasila adalah perjanjian luhur yang berusaha mengakomodasi aspek sosial, budaya, serta sisi religius masyarakat indonesia. Hal tersebut disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Arief Hidayat dalam kunjungannya ke Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa (European Court of Human Rights) di Strasbourg, Perancis, Senin (3.10) yang diterima langsung oleh Presiden Mahkamah HAM Eropa, Guido Raimondi.
Arief menjelaskan ada sedikit perbedaan antara masyarakat Eropa dan masyarakat Asia dalam menyikapi hak asasi. Masyarakat di Asia, jelas Arief, memiliki keunikan dan keberagaman budaya yang luas, serta sisi-sisi religius dan mistis yang masih melekat, sehingga masih dipandang sulit untuk membangun Mahkamah HAM untuk wilayah Asia. “Sebagai contoh, di Indonesia, terdapat ratusan pulau, ribuan budaya, ribuan bahasa, serta sejumlah kepercayaan religi yang sangat beraneka ragam,” imbuhnya.
Dengan keanekaragaman tersebut, para founding fathers Republik Indonesia telah bersepakat untuk memilihkan sebuah ideologi sebagai perekat dan pemersatu segala perbedaan tersebut. Selain itu, juga sebagai cara pandang bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Arief menjelaskan dalam Sila yang pertama, “Ketuhanan yang maha esa”, adalah cerminan atas konsep HAM di Indonesia yang melaju dari pendekatan universal menuju pendekatan spesifik. “Berbeda dengan HAM eropa yang sebagian besar melaju dari pendekatan yang spesifik menuju nilai-nilai yang universal,” ujarnya.
Hal itu juga sebagai gambaran bahwa objek dari HAM di Indonesia adalah bersifat particular. “Warga Indonesia memiliki kebebasan untuk memeluk dan beribadah sesuai agama dan kepercayaannya, namun tidak diijinkan untuk tidak beragama,” sambung Arief.
Menutup diskusi, Arief berharap kelak akan ada forum di Asia yang mencoba untuk mempelajari perbedaan-perbedaan tersebut lalu membangun kesamaan visi dalam HAM kedepannya.
Kunjungan Ketua MKRI ke Mahkamah HAM Eropa tersebut diinisiasi oleh Venice Commision dan merupakan kunjungan yang pertama bagi MKRI.
Penerbitan Jurnal Internasional
Pada hari yang sama, Ketua MK juga berkesempatan untuk mengunjungi markas Venice Commision serta melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Venice Commission Giani Buquicchio. Dalam pertemuan tersebut, Buquicchio banyak mengapresiasi kinerja MKRI selama menjadi Presiden AACC, utamanya penyelenggaraan kongres ke-tiga di Nusa Dua, Bali, Agustus lalu.
Ia menyatakan bahwa selama kepemimpinan MKRI, AACC telah semakin maju dan berani dalam mengutarakan penegakan demokrasi, penegakan hukum, serta Hak Asasi Manusia di dunia Internasional, contohnya dalam Deklarasi Bali. Buquicchio berharap MK Indonesia tetap mempertahan prestasinya serta terus meningkatkan jumlah anggota AACC.
Dalam kesempatan tersebut, Arief Hidayat dan Giani Buquicchio juga membicarakan kemungkinan untuk memproduksi jurnal internasional secara bersama-sama, antara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan Venice Commission. Buquicchio telah menunjuk Sekretaris Jenderal WCCJ Snutz Durr untuk dapat menjajaki hal tersebut dengan Sekretariat Jenderal MKRI. (IH/lul)