Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sekaligus Presiden Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Sejenis Se-Asia (AACC) Arief Hidayat didaulat sebagai tamu kehormatan pada Konferensi ke-8 Asosiasi MK Berbahasa Perancis atau Association des Cours Constitutionnelles ayant en Partage lUsage du Français (ACCPUF) di Chisinau, Moldova, Rabu (28/9). Dalam kesempatan tersebut, Arief menyampaikan pentingnya kerja sama dan sinergitas antarlembaga yudisial guna mewujudkan peradaban konstitusi serta tegaknya prinsip negara demokrasi konstitusional di dunia.
Arief menyebut AACC merupakan salah satu wujud dari sinergitas antar-lembaga yudisial, khususnya MK dan lembaga-lembaga sejenis. Salah satu hasil kongres AACC, jelasnya, adalah Deklarasi Bali. “Deklarasi Bali adalah komitmen para anggota AACC untuk meneguhkan pentingnya inisiatif dan aksi-aksi konkret sesuai dengan yurisdiksi masing-masing institusi dalam pemajuan dan perlindungan hak konstitusional warga negara,” ujar Arief di hadapan 30 negara peserta ACCPUF.
Lebih lanjut, Arief menegaskan sebagai wujud dari kerjasama dan sinergitas tersebut, masing-masing institusi maupun asosiasi kiranya dapat saling melakukan pertukaran putusan, pertukaran kunjungan hakim konstitusi, serta pertukaran program internship bagi para pegawai.
Dalam kesempatan yang sama, Arief juga menyampaikan di hadapan forum konferensi bahwa MKRI yang berkedudukan di Jakarta telah terpilih sebagai salah satu Sekretariat Tetap AACC untuk urusan Perencanaan dan Koordinasi. Oleh karena itu, MKRI membuka peluang yang seluas mungkin untuk dapat bekerja sama dan berkoordinasi dengan banyak institusi maupun asosiasi.
Memorandum of Cooperation
Di sela-sela penyelenggaraan kongres ACCPUF pada Rabu-Jumat (28-30/9) di Chisinau, Moldova, Ketua MKRI Arief Hidayat dan President MK Moldova Alexandru Tanase melakukan pertemuan bilateral untuk membicarakan beberapa hal strategis. Dalam pertemuan tersebut, kedua pimpinan membicarakan wewenang masing-masing lembaga yang dipimpinnya. Arief menjelaskan selama 13 tahun berdiri, salah satu kewajiban yang belum pernah dijalankan oleh MKRI adalah memberikan putusan atas pendapat DPR dalam pemakzulan presiden/wakil presiden Republik Indonesia. Sebaliknya, MK Moldova telah memiliki pengalaman menjalankan wewenang tersebut 3 tahun yang lalu, saat Perdana Menteri Moldova tersangkut kasus korupsi.
Dalam kesempatan tersebut, selain bertukar informasi dan pengalaman, kedua pimpinan lembaga juga bersepakat untuk mengadakan Memorandum of Cooperation antara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan Mahkamah Konstitusi Republik Moldova. Sembari menunggu proses persiapan dokumen oleh kedua Sekretariat institusi, MK Moldova akan mulai mengirimkan putusan mereka sebulan sekali ke Indonesia. Adapun penandatanganan MoC ini diagendakan untuk diadakan di Indonesia pada tahun 2017.
Kunjungan Ketua MKRI ke Moldova, selain dalam rangka mempelajari struktur dan sistem Mahkamah Konstitusi di negara-negara lain, juga dalam rangka membuka peluang kerjasama recharging program bagi para pegawai MK, serta mempromosikan Jurnal Constitutional Review yang dimiliki oleh MKRI. (IH/lul)