Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil Pasal 139 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), Senin (10/10) di ruang sidang MK. Agenda sidang perkara yang dimohonkan tiga orang pengemudi sekaligus penyedia jasa angkutan transportasi berbasis aplikasi dalam jaringan (daring) atau online tersebut adalah perbaikan permohonan.
Kuasa Hukum Pemohon Ferdian Sutanto menjelaskan pihaknya telah mempertajam permohonan. Batu uji yang digunakan dalam permohonan teregistrasi Nomor 78/PUU-XIV/2016 tersebut adalah Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Menurut Pemohon, hak-hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Pasal 139 ayat (4) UU LLAJ.
“Apabila pengujian terhadap ketentuan Pasal 139 ayat (4) Undang-Undang Lalu Lintas dikabulkan, yakni perorangan pribadi menjadi penyedia jasa angkutan, maka hak dan/atau kewenangan konstitusi para Pemohon tidak lagi dirugikan,” ujarnya pada sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams.
Pemohon juga menegaskan dan memperbaiki petitum-nya sesuai saran Majelis Hakim pada persidangan sebelumnya. “Menyatakan, Pasal 139 ayat (4) Undang-Undang Lalu Lintas, bertentangan dengan Pasal 1, Pasal 1 ayat (3), ada tambahan maaf, Majelis, Pasal 27 ayat (2) itu, Pasal 28 ayat (1) sepanjang tidak ditafsirkan penyedia jasa angkutan umum adalah perorangan warga negara walaupun tanpa badan hukum,” jelasnya.
Para Pemohon dalam perkara ini adalah Aries Rinaldi, Rudi Prastowo, serta Dimas Sotya Nugraha. Ketiganya merupakan pengemudi sekaligus penyedia jasa angkutan transportasi berbasis aplikasi online. Dalam permohonannya, Pemohon mempersoalkan status penyedia jasa transportasi online yang tidak disebutkan dalam undang-undang tersebut.
Mereka merasa hak konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya UU LLAJ. Ketentuan Pasal 139 ayat (4) UU LLAJ menyebutkan, “Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Ketentuan tersebut menyatakan penyedia jasa transportasi umum hanya dilaksanakan oleh BUMN, BUMD, dan/atau badan hukum lainnya. Padahal sekarang, kata mereka, marak perorangan penyedia jasa transportasi berbasis online. (ars/lul)