Mahkamah Konstitusi (MK) kedatangan 20 mahasiswa dan 10 dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Tama Jagakarsa Jakarta Selatan pada Kamis (6/10). Kunjungan tersebut diterima oleh Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan Wiryanto menerima kunjungan, di ruang delegasi MK.
Mewakili rombongan, Dekan FH Universitas Tama Jagakarsa Surahman didampingi Kepala Program Studi (Kaprodi) FH Universitas Tama Jagakarsa Sulistiowati menuturkan tujuan mahasiswa dan dosen mengunjungi MK adalah agar dapat mengenal MK secara langsung. “Tujuan kami adalah agar dapat mengetahui situasi yang ada di MK secara langsung. Baik persidangan MK maupun materi langsung dari pembicara MK. Jadi tidak hanya kami dapatkan melalui buku-buku maupun media,” ujar Surahman.
Sementara dalam paparannya, Wiryanto menjelaskan MK lahir usai amandemen UUD 1945 yang ketiga. “Saat itu sistem ketatanegaraan Indonesia mengenal hierarki lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Dengan sistem ketatanegaraan yang demikian, proses check and balances antara lembaga negara tidak tercapai. Selain itu UUD 1945 juga memiliki pasal-pasal yang multitafsir atau terlalu luwes,” urai Wiryanto.
Pada pembahasan amandemen itu, muncul ide mengenai perlunya MK didirikan di Indonesia dengan kewenangan judicial review. Sebelum amandemen, undang-undang yang disusun dan telah disahkan pemerintah dan DPR tidak bisa dilakukan upaya pengujian. Hal tersebut, jelasnya, yang menjadi isu utama lahirnya MK dari hasil amandemen UUD 1945.
“Saat itu, Pemerintah diberi waktu oleh undang-undang untuk membentuk MK paling lambat 17 Agustus 2003. Sebelumnya, tanggal 3 Agustus 2003, Presiden mengesahkan UU MK. Setelah itu, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengangkat sembilan Hakim Konstitusi yang dilanjutkan pengucapan sumpah Hakim Konstitusi pada tanggal 16 Agustus 2003,” papar Wiryanto.
Lebih lanjut, Wiryanto menjelaskan MK lahir sebagai salah satu kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung (MA). Kedua lembaga kekuasaan kehakiman tersebut memiliki kedudukan yang sejajar. MK Indonesia merupakan MK pertama yang lahir di abad 21 dan MK yang ke-78 dalam urutan kelahiran MK di seluruh dunia.
Wiryato menjelaskan, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Pertama adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yang putusannya bersifat final dan mengikat. Artinya, setelah proses persidangan selesai dan diputus oleh MK maka tidak dapat dilakukan upaya banding.
“Pengujian undang-undang merupakan mahkota dari Mahkamah Konstitusi. Karena Mahkamah Konstitusi lahir dilatar belakangi perlunya pengujian undang-undang,” jelas Wiryanto.
Kewenangan lain yang dimiliki MK, yakni memutus sengketa kewenangan lembaga (SKLN), memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (PHPU). Selain itu, MK juga memiliki satu kewajiban seperti yang diamanatkan Pasal 7 dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yaitu wajib memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berat, perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. (Nano Tresna Arfana/lul)