Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar persidangan dalam rangka pengujian UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) terhadap UUD 1945, pada Rabu (23/8) di ruang sidang panel MK, Jalan Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat, dengan agenda Pemeriksaan Perbaikan Permohonan.
Para Pemohon perkara pengajuan uji materiil ini adalah Zainal Arifin, Sonny Keraf, Alvin Lie, Ismayatun, Hendarso Hadiparmono, Bambang Wuryanto, Dradjad Wibowo, dan Tjatur Sapto Edy. Kedelapan Pemohon tersebut adalah juga merupakan Anggota DPR-RI. Mereka diwakili oleh kuasa hukumnya, Januardi S. Haribowo, S.H. dkk., dari Tim Advokat Pengujian UU Migas.
Pada sidang sebelumnya, para Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 11 Ayat (2) UU Migas bertentangan dengan Pasal 11 Ayat (2), Pasal 20A Ayat (1) serta Pasal 33 Ayat (3) dan Ayat (4) UUD 1945 serta menyatakan materi muatan Pasal 11 Ayat (2) UU Migas tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.
Para Pemohon menganggap UU Migas, khususnya Pasal 11 Ayat (2) yang memuat ketentuan, Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bertentangan dengan UUD 1945, karena ketentuan tersebut menyebabkan Pemerintah c.q. BP MIGAS hanya wajib memberitahukan kepada DPR setiap kontrak kerja sama (KKS) atas bagi hasil eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam yang dibuat dengan para kontraktor, terutama kontraktor asing. Terlebih lagi, menurut para Pemohon kontrak-kontrak tersebut memberikan pendapatan negara yang besar dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Padahal, UUD 1945 telah mewajibkan kepada Pemerintah untuk meminta persetujuan DPR apabila membuat perjanjian internasional sepanjang perjanjian internasional tersebut menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, kata Januardi.
Menurut para Pemohon, dengan diberlakukannya UU Migas tersebut, sebagai Anggota dan/atau bagian dari DPR-RI mereka telah kehilangan hak konstitusionalnya untuk memberikan persetujuan atau untuk menolak memberikan persetujuan atas perjanjian KKS tersebut. BP Migas telah menjadi superbody karena merasa tidak perlu dan tidak mau diawasi oleh DPR, tambah Januardi.
Terkait dengan nasihat dari para Hakim Konstitusi untuk memperjelas status sebagai Anggota DPR atau perseorangan, dalam perbaikan permohonannya para Pemohon menganggap hak-hak konstitusional DPR-RI sebagai lembaga hanya akan ada atau dapat dilaksanakan jika hak tersebut dilaksanakan oleh Anggota DPR. Para Pemohon juga berpendapat, hilangnya hak konstitusional DPR-RI sebagai suatu lembaga otomatis berarti hilangnya hak konstitusional setiap Anggota DPR-RI, karena hak konstitusional DPR-RI sebagai lembaga melekat pada para Anggota DPR-RI.
Beberapa hak konstitusional Anggota DPR yang menurut Para Pemohon melekat dengan hak dan kewenangan DPR-RI sebagai lembaga antara lain hak untuk ikut memberikan atau tidak ikut memberikan persetujuan atas perjanjian internasional lainnya sebagai dimaksudkan oleh Pasal 11 ayat (2) UUD 1945, hak konstitusional Para Pemohon selaku Anggota DPR-RI untuk melakukan fungsi pengawasan atas jalannya pemerintahan dan pengawasan agar kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dan air Indonesia dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, serta hak konstitusional Para Pemohon untuk mendapatkan, menikmati dan memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari kekayaan alam Indonesia.
Selain itu, Para Pemohon juga beranggapan memiliki hak konstitusional untuk ikut mengawasi pengelolaan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dan air Indonesia agar diselenggarakan berdasarkan sistem demokrasi ekonomi sesuai prinsip-prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Atas permohonan tersebut, mengingat batas perbaikan telah selesai, Majelis Panel Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh HAS Natabaya mengatakan akan melanjutkan permohonan para Pemohon kepada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk ditindaklanjuti. Apakah akan berlanjut dengan proses persidangan berikutnya atau tidak, nanti akan diputuskan melalui pleno RPH, ujar Natabaya sebelum menutup persidangan. [ardli]