Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima uji materiil Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Putusan dengan Nomor 38/PUU-XIV/2016 tersebut diucapkan pada Kamis (29/9) di Ruang Sidang MK.
“Permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Wakil Ketua MK Anwar Usman mengucapkan amar putusan yang diajukan oleh Ropiko Paozan, seorang petani.
Dalam putusan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, MK menilai Pasal 20 ayat (1) huruf a UU 4/1996 adalah berkenaan dengan eksekusi hak tanggungan. Apabila ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf a UU 4/1996 tentang Hak Tanggungan adalah bertentangan dengan UUD 1945, justru hak konstitusional Pemohon tidak terlindungi. Sebab jika demikian, menjadi tidak jelas apa yang dimaksud dengan eksekusi hak tanggungan. Justru dengan pengaturan norma terhadap eksekusi hak tanggungan yang mengatur setiap eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum, diharapkan diperoleh harga yang paling tinggi untuk objek hak tanggungan.
“Kreditor berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan objek hak tanggungan. Dalam hal hasil penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.Dengan demikian tidak terdapat pertentangan Pasal 20 ayat (1) huruf a UU 4/1996 terhadap UUD 1945,” jelas Suhartoyo.
Mahkamah berpendapat yang dialami Pemohon bukanlah kerugian konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK. Apabila Pemohon merasa dirugikan oleh peristiwa yang dialaminya, kerugian itu bukan disebabkan oleh inkonstitusionalnya norma Pasal 20 ayat (1) huruf a UU 4/1996, melainkan masalah penerapan norma undang-undang a quo dalam praktiknya.
“Menimbang bahwa oleh karena apa yang didalilkan oleh Pemohon bukanlah merupakan kerugian konstitusional maka Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut,” tandasnya.
Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 20 ayat (1) huruf a UU 4/1996 yang menyebutkan “Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan: hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6”.
Pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia merasa dirugikan dengan ketentuan tersebut. Pemohon adalah pemilik sebidang tanah yang telah dibebankan hak tanggungan. Namun, tanah tersebut dijual oleh Bank Samawa Kencana tanpa melalui proses lelang dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf a UU 4/1996. Pemohon merasa dirugikan oleh ketentuan a quo, karena tanahnya dijual tanpa melalui proses pelelangan. Menurut Pemohon hal tersebut bertentangan dengan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.”
Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk mengabulkan permohonannya. Pemohon juga meminta MK untuk menyatakan Pasal 20 UU ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. (Lulu Anjarsari/lul)