Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) yang dimohonkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Fakfak Donatus Nimbitkendik dan Abdul Rahman. Amar putusan perkara No. 27/PUU-XIV/2016 tersebut diucapkan oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman, Kamis (29/9) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Permohonan para Pemohon kehilangan objek,” tukas Anwar sembari menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima.
Akhir Maret lalu, Pemohon mengajukan pengujian terhadap Pasal 154 ayat (10) UU Pilkada yang berbunyi, “Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain”.
Menurut Pemohon, ketentuan tersebut mempersempit dan mengikat hak-hak hukum Pemohon selaku warga negara untuk menempuh jalur hukum dan memperoleh keadilan. Sebabnya, Pemohon tidak dapat mengajukan PK ke Mahkamah Agung terkait persoalan pembatalan pencalonan Pemohon oleh KPU Kabupaten Fakfak karena putusan Mahkamah Agung sudah bersifat final dan mengikat.
Perubahan Norma
Sebelum mempertimbangkan pokok permohonan Pemohon, Mahkamah terlebih dulu mempertimbangkan adanya perubahan undang-undang a quo. Pada 1 Juli 2016, UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Setelah Mahkamah mencermati dengan saksama perubahan Undang-Undang a quo, norma Pasal 154 ayat (10) yang diuji oleh para Pemohon ternyata termasuk salah satu pasal yang juga diubah oleh pembentuk undang-undang. Secara detail, perubahan dimaksud yakni seperti berikut.
Pasal 154 ayat (10) UU No. 1/2015 berbunyi, “Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain”.
Pasal 154 ayat (10) UU No. 10/2016 berbunyi, “Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum peninjauan kembali”.
Oleh karena substansi objek permohonan Pemohon telah mengalami perubahan, Mahkamah menyatakan para Pemohon telah kehilangan objek permohonan. (Yusti Nurul Agustin/lul)