Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Pasal 171 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dan Pasal 82 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Putusan tersebut diucapkan Kamis (29/9) di ruang sidang pleno MK.
“Amar putusan menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” demikian disampaikan Wakil Ketua MK Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Pasal 171 UU Ketenagakerjaan berbunyi, “Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud pada Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.”
Adapun Pasal 82 UU PPHI menyebutkan, “Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.”
Terhadap uji materiil Pasal 82 UU PPHI, Mahkamah menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang anak kalimat “Pasal 159”. Sebab, Pasal 159 UU Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan pasal yang diujikan telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 melalui Putusan Mahkamah No. 012/PUU-I/2003 bertanggal 28 Oktober 2004.
“Oleh karena dalam Pasal 82 UU PPHI juga mengatur tentang keberadaan Pasal 159 UU Ketenagakerjaan, maka pertimbangan hukum dalam pengujian Pasal 159 UU Ketenagakerjaan berlaku pula terhadap pengujian Pasal 82 UU PPHI,” ujar Anwar.
Dalam Putusan Nomor 012/PUU-I/2003, Mahkamah menyatakan Pasal 159 UU Ketenagakerjaan menimbulkan kerancuan karena mencampuradukkan proses perkara pidana dengan proses perkara perdata secara tidak pada tempatnya.
Ne bis in idem
Berkenaan dengan dalil para Pemohon terhadap Pasal 171 UU Ketenagakerjaan, Mahkamah telah menolak uji materiil ketentuan tersebut melalui Putusan No. 61/PUU-VIII/2010 bertanggal 14 November 2011. Menurut Mahkamah, alasan konstitusionalitas permohonan para Pemohon dalam perkara a quo adalah sama dengan alasan konstitusionalitas dalam permohonan Nomor 61/PUU-VIII/2010. Dengan demikian, seluruh pertimbangan dalam Putusan MK No. 61/PUU-VIII/2010 berlaku pula untuk putusan dalam permohonan a quo. Oleh karena itu, menurut Mahkamah permohonan para Pemohon sepanjang mengenai Pasal 171 UU Ketenagakerjaan adalah ne bis in idem.
“Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil para Pemohon mengenai Pasal 171 UU Ketenagakerjaan tidak beralasan menurut hukum. Sedangkan Pasal 82 UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sepanjang menyangkut Pasal 159 UU Ketenagakerjaan beralasan menurut hukum,” tegas Anwar.
Sebelumnya, sepuluh orang pekerja, yaitu Muhammad Hafidz, Wahidin, Chairul Eillen Kurniawan, Solihin, Labahari, Afrizal, Deda Priyatna, Muhammad Arifin, Abdul Ghofar dan Surahman menguji ketentuan Pasal 171 UU Ketenagakerjaan dan Pasal 82 UU PPHI. Para Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya ketentuan tersebut yang mengatur pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama satu tahun sejak tanggal dilakukan PHK. Menurut Pemohon, tenggang waktu satu tahun untuk mengajukan gugatan PHK sulit untuk dipenuhi karena terdapat beberapa permasalahan dalam praktiknya.
Muhammad Hafidz yang mewakili Pemohon, dalam pemaparannya menyatakan apabila pekerja di-PHK dan tidak mengajukan gugatan atas PHK tersebut dalam waktu waktu satu tahun sejak diberitahukan maka pekerja akan kehilangan hak-haknya sebagaimana yang dijamin perundang-undangan yang berlaku, antara lain berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Hal demikian menurut Pemohon telah menghilangkan jaminan perlindungan hukum bagi Pemohon. Untuk itu, Pemohon meminta kepada Majelis Hakim agar Pasal 171 UU Ketenagakerjaan dan Pasal 82 UU PPHI dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(Nano Tresna Arfana/lul)