Selasa (27/9), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyampaikan keterangan selaku Pihak Terkait dalam sidang perkara pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Perkara ini dimohonkan oleh Hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Mustofa. Dalam keterangan lisannya, Endang Susilowati selaku Ketua APINDO menyatakan jabatan hakim ad hoc PHI tidak bersifat tetap, melainkan terikat periodisasi.
Hadir mewakili APINDO dalam perkara No. 49/PUU-XIV/2016, Endang menyampaikan keterangan terkait dalil Pemohon yang menyatakan hakim ad hoc seharusnya bersifat tetap tanpa terikat aturan periodisasi seperti yang dicantumkan Pasal 67 ayat (2) UU PPHI. Menurut APINDO, sejak perumusan undang-undang a quo memang APINDO dan serikat pekerja menghendaki adanya periodisasi dalam jabatan hakim ad hoc.
“Periodisasi hakim ad hoc 5 tahun, namun dapat diangkat kembali satu periode. Maksudnya, pada waktu itu adalah ketika diangkat kembali mutlak harus ada rekomendasi dari organisasi (APINDO, red), jadi melihat kepada pasal itu sepanjang itu diusulkan oleh organisasi bisa diperkenankan melebihi satu periode atau dua periode,” jelas Endang dalam paparan singkatnya.
Terkait keterangan tersebut, Majelis Hakim yang mengikuti jalannya persidangan mengajukan berbagai pertanyaan untuk mendalami keterangan APINDO. Hakim Konstitusi Suhartoyo misalnya, ia meminta APINDO memperdalam keterangan mengenai alasan pembatasan periodisasi.
“Kenapa harus periodisasi itu besok Ibu tolong di dalam jawaban tertulis dijelaskan mengapa harus ada periodisasi itu,” pinta Suhartoyo.
Hal yang sama juga disampaikan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna yang meminta APINDO menguraikan penggunaan rujukan saat APINDO turut serta merumuskan ketentuan a quo. “Rujukannya apa waktu itu? Saya melihat ada semacam semangat arbitrase yang tidak permanen. Apakah itu juga dijadikan rujukan? Sehingga, kita (Mahkamah) bisa detail mengetahui dari perspektif sejarahnya bahwa untuk pengangkatan hakim ad hoc PHI memang diperlukan unsur persetujuan dari unsur pengusaha dan dari unsur pekerja. Itu kami juga ingin tahu sehingga kita bisa memahami secara komprehensif,” ujar Palguna.
Sejatinya, pada sidang kali ini, Mahkamah Agung (MA) juga menyampaikan keterangan selaku Pihak Terkait. Namun, pihak MA mengaku baru menerima salinan permohonan pada hari ini sehingga belum siap untuk menyampaikan keterangan.
Sebelum menutup sidang, Wakil Ketua MK Anwar Usman yang memimpin persidangan menyampaikan bahwa sidang lanjutan untuk perkara a quo akan digelar pada 10 Oktober 2016, pukul 11.00 WIB.
Sebelumnya, Pemohon merasa ketentuan Pasal 67 ayat (2) UU PPHI menimbulkan ketidakpastian hukum. Pemohon menilai pasal a quo telah mendiskriminasi para hakim ad hoc pada PHI. Seperti diketahui, pasal a quo menyatakan masa tugas hakim ad hoc untuk jangka waktu lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.
Menurut Pemohon, periodisasi semacam itu tidak diatur bagi hakim di lingkungan peradilan lainnya di bawah Mahkamah Agung (MA) sehingga menimbulkan diskriminasi bagi Pemohon. Periodisasi hakim ad hoc juga dianggap Pemohon menimbulkan masalah yang berkaitan dengan keberlanjutan penyelesaian, pemeriksaan, dan pemutusan perkara perselisihan hubungan industrial. Dengan periodisasi tersebut, Pemohon khawatir tidak dapat menuntaskan perkara perselisihan hubungan industrial yang seharusnya memberikan perlindungan yang adil bagi pekerja dan pemerintah.
(Yusti Nurul Agustin/lul)