Mahkamah Konstitusi (MK) dihadirkan ke dalam sistem ketatanegaraan Indonesia antara lain untuk turut menata sistem dan perikehidupan kita dalam berkonstitusi. Melalui kewenangan konstitusionalnya yang diamanatkan langsung oleh UUD1945, MK menjalankan fungsi sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution). Demikian disampaikan Ketua MK Arief Hidayat dalam Kuliah Umum dengan tema “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan RI” di Universitas Internasional Batam, Jumat (23/9).
Dalam kesempatan tersebut, Arief memaparkan tentang peran dan fungsi MK. Ia menyampaikan konstitusi hadir sebagai perwujudan demokrasi, yakni sebagai perjanjian sosial tertinggi. Selain itu, konstitusi merupakan fondasi menuju demokrasi. Bahkan, konstitusi merupakan prasyarat bagi demokrasi yang sehat dan berjalan baik.
“Demokrasi yang benar adalah demokrasi yang teratur dan berdasarkan hukum konstitusi. Kolaborasi konstitusi dan demokrasi, diyakini dapat menghantarkan suatu negara menjadi negara demokrasi konstitusional. Pada konteks inilah, MK hadir, untuk menjaga dan mengawal tegaknya negara demokrasi konstitusional,” jelasnya.
Melalui putusan-putusannya, lanjut Arief, MK berperan menjaga dan mengawal UUD 1945. Dalam rentang waktu tiga belas tahun berkiprah, MK menunjukkan kontribusi signifikan bagi pembangunan dan penataan hukum nasional yang selaras dengan UUD 1945. Pada konteks demikian, MK berperan dalam menjaga koherensi, korespondensi, dan konsistensi undang-undang terhadap ketentuan-ketentuan dalam konstitusi.
“Tidak boleh sedikit pun terdapat ketentuan undang-undang yang dibiarkan bertentangan dengan UUD 1945. Jika terbukti, MK berwenang untuk menyatakannya inkonstitusional. Norma hukum yang sudah dinyatakan inkonstitusional berarti harus dihapus dari struktur dan substansi hukum Indonesia. Artinya pula, tidak boleh ada upaya untuk menawar atau mengabaikan, apalagi melawan putusan Mahkamah Konstitusi,” tegas Arief.
Lebih lanjut dikatakan Arief, MK juga berperan menjaga Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia. Di dalam Pancasila terkandung pokok kaidah negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm), sekaligus dasar ideologi negara atau (state ideology).
“Pancasila adalah ideologi kita. Artinya, ideologi merupakan gagasan dasar yang disusun secara sistematis tentang relasi manusia, baik secara individual maupun secara sosial negara. Ideologi harus pula mampu membimbing tindakan, mencakup identitas-identitas yang diyakini sebagai orientasi dan tujuan yang akan dicapai, alasan yang harus diperjuangkan, dan visi tentang masyarakat terbaik yang hendak diwujudkan,” imbuhnya.
Sinar Ketuhanan
Dalam rangka menegakkan Pancasila pula, putusan-putusan MK selalu dilandasi dan disemangati oleh nilai-nilai religius Pancasila. Putusan-putusan MK, ditegaskan Arief, tidak sekuler. Hal itu salah satunya ditunjukkan dengan keberadaan irah-irah putusan MK, yang selalu memuat kalimat Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Rumusan demikian merupakan rumusan sumpah para hakim konstitusi bahwa keadilan yang diputuskan dan diucapkan senantiasa melibatkan, bahkan mengatas-namakan Tuhan. Ini menunjukkan secara jelas kepada siapa putusan pertama-tama harus dipertanggungjawabkan. Di Indonesia, wajib hukumnya menyelenggarakan peradilan dengan membawa nama dan mengatasnamakan nama Tuhan,” papar Arief.
Lebih lanjut, ia menuturkan putusan MK merupakan penegasan atas prinsip negara yang dianut Indonesia. Selain demokrasi dan nomokrasi, UUD 1945 juga menganut teokrasi yang mengilhami praktik kehidupan bernegara.
Melalui putusan-putusannya yang berkarakter religius, imbuh Arief, MK menjadi ujung tombak pembangunan sistem hukum nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 atau lazim disebut Sistem Hukum Pancasila. Sistem tersebut mempertemukan secara integratif antara kepastian hukum, keadilan substansial, dan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia yang heterogen.
“Dalam hal ini, Putusan MK sekali lagi haruslah dipahami sebagai cerminan dari nilai-nilai konstitusi yang hidup dan tengah berjalan. Manakala Putusan Mahkamah Konstitusi dipahami demikian, maka kesetiaan terhadap konstitusi haruslah diwujudkan, salah satunya dengan menghormati dan menaati Putusan Mahkamah Konstitusi,“ tutupnya bijak. (ddy/lul)