Sebanyak 200 mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang (Unes) berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (20/9). Peneliti MK Nallom Kurniawan menerima kunjungan tersebut di lantai 4 Gedung MK. Berbagai materi terkait Konstitusi dan MK dibahas pada pertemuan itu.
Salah satu materi yang disampaikan Nallom adalah mengenai amandemen UUD 1945 yang di antaranya melahirkan ide dibentuknya MK di Indonesia. “Beberapa pasal yang diamandemen, misalnya Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang terkait dengan kedaulatan rakyat dan negara hukum,” kata Nallom.
Dijelaskan Nallom, setelah dilakukan amandemen UUD 1945, Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Berbeda dengan sebelum diamandemen, pasal tersebut menyatakan kedaulatan dilaksanakan oleh MPR sebagai lembaga negara tertinggi saat itu. Adanya perubahan UUD 1945 menyebabkan kedudukan antara lembaga negara menjadi setara, yang membedakan adalah fungsinya.
Kemudian Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dengan demikian, ujar Nallom, hak konstitusional warga Indonesia diatur dan dilindungi oleh hukum. Semua warga negara dari berbagai lapisan masyarakat, dari tukang becak sampai kalangan menengah ke atas memiliki hak konstitusional.
Dikatakan Nallom, UUD 1945 juga mengatur kehidupan beragama di Indonesia. Ia menegaskan kehidupan beragama di Indonesia sangat damai. “Saat ini bangsa Indonesia menjadi rujukan, proyek percontohan kehidupan beragama. Bahwa Indonesia memiliki penduduk yang mayoritasnya beragama Islam yang dapat hidup berdampingan, toleransi dengan agama-agama dan suku bangsa yang berbeda,” jelas Nallom kepada para mahasiswa.
Pada pertemuan itu, Nallom juga menuturkan sejarah pengujian undang-undang di Indonesia. Ide untuk melakukan pengujian undang-undang pernah dicetuskan oleh tokoh nasional Mohammad Yamin pada rapat BUPK. Tapi usulan itu ditolak oleh tokoh lainnya, Soepomo. Indonesia dinilai belum siap melakukan pengujian undang-undang (saat itu disebut membanding undang-undang, red) oleh Balai Agung (sebutan Mahkamah Agung kala itu, red). Alasannya, karena belum banyaknya sarjana hukum maupun para ahli hukum yang berkompeten untuk melaksanakannya.
Bertahun-tahun kemudian, pasca Reformasi 1998, banyak tuntutan dari masyarakat mengenai perubahan di Indonesia. Salah satunya, tuntutan perlunya amandemen UUD 1945. Hingga muncul ide perlu dibentuknya MK Indonesia sebagai lembaga peradilan Konstitusi. Akhirnya, pada 13 Agustus 2003 dibentuklah MK Republik Indonesia yang memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Kewenangan MK adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus sengketa pemilu, dan memutus pembubaran partai politik. Sedangkan kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR apabila ada dugaan presiden dan/atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum maupun melakukan perbuatan tercela.
(Nano Tresna Arfana/lul)