Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 50 ayat (1) dan (2), Rabu (7/9) di Ruang Sidang Pleno. Perkara teregistrasi Nomor 123/PUU-XIII/2015 tersebut dimohonkan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK).
“Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Membacakan pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Aswanto menyatakan permohonan Pemohon tak beralasan menurut hukum. Sebab, dalam permohonannya, Pemohon meminta Mahkamah menafsirkan kata “segera” dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP tanpa memberikan rasionalitas dan penjelasan mendalam. “Tiba tiba langsung menentukan saja selama 60 dan 90 hari sebagai jangka waktu yang benar,” jelasnya.
Sedangkan, menurut Mahkamah, penjelasan Pasal 50 KUHAP justru tidak menutup kemungkinan istilah “segera” dalam ketentuan a quo kurang dari 60 dan 90 hari. “Misalnya, 30 hari, 20 hari, 2 minggu, bahkan 1 minggu,” imbuh Aswanto.
Dalam praktiknya, Mahkamah menyebut pada umumnya tersangka segera diperiksa oleh penyidik dalam waktu kurang dari 60 hari. Sehingga, apabila Mahkamah menerima praanggapan Pemohon, sama artinya Mahkamah menyatakan bahwa jika seseorang tersangka diperiksa dalam waktu kurang dari 60 hari, atau – apabila tersangka tidak ditahan – kurang dari 90 hari adalah bertentangan dengan UUD 1945.
“Hal demikian bertentangan dengan logika memberikan perlindungan terhadap hak-hak tersangka dan bertentangan pula dengan maksud untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan,” tegas Aswanto.
Sebelumnya, FKHK sebagai Pemohon mendalilkan kata “segera” dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP tidak memberikan batas waktu yang jelas terhadap penetapan tersangka. Ketentuan tersebut, menurut Pemohon, menyebabkan hak konstitusionalnya dirugikan untuk mendapat kepastian hukum. Padahal, menurut mereka, dalam hukum acara pidana kepastian hukum adalah syarat yang mutlak guna memenuhi asas lex certa (tidak multitafsir).
Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP berbunyi:
(1) Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.
(2) Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum
Oleh karena itu, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan kata “segera” dalam undang-undang a quo bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “tidak lebih dari 60 hari apabila tersangka ditahan, 90 hari apabila tersangka tidak ditahan”.
(ars/lul)