Sebanyak 242 mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (31/8). Panitera Muda MK Muhidin menerima kunjungan tersebut di aula Gedung MK. Mengawali paparannya, Muhidin menjelaskan beberapa perkara terbaru yang tengah disidangkan MK.
“Saya langsung menjelaskan hal yang sedang terjadi di Mahkamah saat ini, yaitu pengujian Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Itu yang menjadi fokus perhatian Mahkamah dan masyarakat,” ujar Muhidin yang didampingi Muhammad Arifin Wakil Dekan III Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang.
Dijelaskan Muhidin, ada empat perkara pengujian Undang-Undang Pengampunan Pajak yang hampir semuanya baru mencapai tahap pemeriksaan pendahuluan. “Isunya, dari Muhammadiyah mau mengajukan pengujian undang-undang yang sama. Isunya sudah santer, banyak orang datang dan bertanya mengenai materi permohonannya. Memang sudah ada? Ternyata belum sampai ke MK. Memang seperti itu, berwacana dulu di media massa, baru masuk ke MK. Itu gambaran umum tentang berperkara di Mahkamah,” papar Muhidin.
Selain itu, Muhidin mengungkapkan saat ini MK juga menyidangkan perkara pengujian Undang-Undang No. 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada) yang dimohonkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Kemudian, Muhidin menerangkan sejarah terbentuknya MK di Indonesia. Latar belakang perlu dibentuknya MK di Indonesia melalui tuntutan reformasi 1998. “Ada beberapa tuntutan reformasi, antara lain tuntutan untuk mengubah Undang-Undang Dasar yang akhirnya sudah diubah sampai empat kali perubahan,” ungkap Muhidin.
Dijelaskan Muhidin, hadirnya MK di Indonesia adalah pada saat perubahan ketiga UUD 1945. Selain MK, perubahan UUD 1945 pun menghilangkan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dengan kata lain, seluruh lembaga negara memiliki kedudukan yang sama.
“Kita juga tidak lagi mengakui keberadaan penjelasan Undang-Undang Dasar. Semua materi penjelasan dalam konstitusi kita yang bersifat mengatur, dimasukkan menjadi batang tubuh Undang-Undang Dasar,” urai Muhidin.
Kewenangan dan Kewajiban
Dalam melaksanakan tugasnya, kata Muhidin, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Kewenangan pertama MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Kewenangan MK berikutnya, memutus sengketa antara lembaga negara yang kewenangannya diatur melalui UUD 1945. Selanjutnya, MK memutus perselisihan hasil pemilihan umum (pemilu) dan memutus pembubaran partai politik. Sedangkan, kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR jika presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum maupun perbuatan tercela.
(Nano Tresna Arfana/lul)