Sidang pemeriksaan pendahuluan uji materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan) digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (30/8). Perkara teregistrasi Nomor 61/PUU-XIV/2016 tersebut dimohonkan oleh sejumlah warga negara, di antaranya alumnus Fakultas Hukum UI Rangga Sujud Widigda.
“Permohonan ini diajukan karena kami melihat ada ketidakserasian dalam administrasi pemerintahan. Terutama dalam keputusan atau tindakan yang diambil dalam hal ketika tidak adanya pengaturan mengenai jangka waktu pengambilan keputusan atau tindakan,” kata Rangga memaparkan pokok permohonannya.
Adapun Pasal 53 ayat (3) UU Administrasi Pemerintahan menyatakan:
“Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.”
Menurut Pemohon, UU Admnistrasi Pemerintahan tidak mengatur mengenai keputusan atau tindakan yang tidak diatur jangka waktunya dalam undang-undang, sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum. Selain itu, ketentuan dalam UU Administrasi Pemerintahan yang berezim fiktif positif bertentangan dengan UU Peradilan Tata Usaha Negara yang berezim fiktif negatif.
“Jika dalam undang-undang tersebut tidak diatur jangka waktunya, maka arahnya harus kembali ke Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 menganut fiktif positif, jika tidak ada tindakan atau keputusan, maka tindakan keputusan itu dianggap diterima. Tapi pada Peradilan Tata Usaha Negara, jika tindakan atau keputusan itu tidak diambil, maka dianggap ditolak,” urai Rangga.
Pertentangan tersebut yang menurut Pemohon perlu diselaraskan. Rezim fiktif positif yang dianut oleh UU Administrasi Pemerintahan dirahapkan dapat berlaku, baik untuk tindakan/keputusan yang diatur jangka waktunya maupun tidak diatur jangka waktunya.
Oleh karena itu, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 53 ayat (3) UU Administrasi Pemerintahan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) badan dan/atau pejabat pemerintah tidak menetapkan keputusan dan/atau tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum”.
Nasihat Hakim
Terhadap dalil-dalil permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams sebagai Ketua Panel mempertanyakan kerugian konstitusional Pemohon atas pemberlakuan undang-undang a quo. “Apa kerugian yang Saudara alami, baik aktual atau potensial itu, dengan berlakunya ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004? Itu harus dijelaskan, tadi belum dijelaskan kerugian konstitusional Saudara sebagai Pemohon. Silahkan tambahkan,” kata Wahiduddin.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyarankan Pemohon agar juga menyimak Pasal 53 ayat (4) UU Administrasi Pemerintahan. “Apa serta merta ayat (4) ini diabaikan saja karena sudah dianggap dikabulkan? Ataukah untuk pengabulannya mesti harus menempuh ayat (4) ini? Harus melalui mekanisme pengadilan? Kalau begitu, adanya untuk apa? Sedangkan permohonan Saudara, saya perhatikan cuma ditambah ayat (1) atau ayat (2),” tandas Suhartoyo.
(Nano Tresna Arfana/lul)