Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Arief Hidayat, yang juga merupakan Presiden Association of Asian Constitutional Court and Equivalent Institution (AACC), membuka acara Pertemuan Sekretaris Jenderal anggota AACC, Selasa, (9/8), di Nusa Dua Convention Center, Bali.
Kegiatan tersebut, menurut Arief, akan membahas berbagai pandangan peserta mengenai usulan sekretariat tetap. Ia mengemukakan, ada tiga alternatif pilihan yang mengemuka dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya. Pilihan pertama adalah permanent secretariat (sekretariat tetap) di satu negara. Kedua, joint permanent secretariat (sekretariat tetap bersama) yang berada di negara yang berbeda. Sedangkan pilihan ketiga, sekretariat dengan rotasi periodik.
Atas isu tersebut, secara umum para delegasi menyepakati pentingnya sekretariat tetap AACC. Dalam sesi pandangan umum, Sekretaris Jenderal MK Azerbaijan, Rauf Guliyev menyampaikan, Eropa sudah lebih dahulu membentuk Venice Commision sebagai sekretariat tetap. Dari pemaparan masing-masing delegasi, sebagian besar peserta pertemuan menyepakati usulan sekretariat tetap bersama yang ditempatkan di dua negara, yakni Indonesia dan Korea, dengan pembagian tugas yang jelas.
Delegasi Indonesia yang diwakili Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi Komunikasi, Noor Sidharta menyampaikan sekretariat tetap gabungan lazim digunakan oleh organisasi internasional, seperti asosiasi parlemen yang menempatkan sekretariatnya di tiga negara. Dijelaskan Sidharta, adanya sekretariat tetap di dua atau beberapa negara bertujuan untuk membagi beban kerja. Senada, Sekjen MK Korea Yong Hun Kim mengatakan ada beberapa organisasi internasional yang menempatkan sekretariatnya di sejumlah negara.
Sementara Sekjen MK Turki berpandangan joint permanent secretariat akan menyulitkan koordinasi. Ia berpendapat lebih baik sekretariat tetap berada di satu negara, dan keberadaan sekretariat tersebut dapat di rotasi.
Menengahi perbedaan pandangan yang muncul dalam pembahasan tersebut, Sekjen MK Afganistan, Khalilrahman Motawakel mengatakan yang penting diusulkan kepada Dewan Anggota AACC adalah mengenai pembentukan sekretariat tetap, disusul dengan amandemen statuta AACC yang terkait dengan keberadaan sekretariat tetap.
Tidak hanya soal sekretariat tetap, isu bahasa kerja (working language) juga turut dibahas dalam pertemuan kali ini. Sejumlah negara mengusulkan, bahasa Rusia menjadi bahasa kerja untuk kegiatan-kegiatan resmi AACC. Sekjen MK Rusia, Vladimir Savitskiy mengatakan, penggunaan bahasa Rusia hanya sebatas pada pada kegiatan-kegiatan resmi. “Kami menyadari, jika digunakan juga sebagai bahasa korespondensi dan dokumen resmi AACC, maka akan menyulitkan negara lain untuk menerjemahkannya,” ujar Savitskiy. Seperti diketahui sejumlah negara yang menjadi anggota AACC merupakan negara pecahan Uni Soviet yang menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasa resmi.
Hasil pertemuan Sekjen Anggota AACC tersebut akan menjadi bahan rekomendasi pertemuan dewan anggota atau Board of Member Meeting AACC yang dilaksanakan pada 10 Agustus 2016. Pertemuan dewan anggota AACC itu, selain membahas sekretariat tetap dan rencana kerja AACC, juga akan melakukan pemilihan presiden AACC.(iwm/rit/lul)