Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian Pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), yang diajukan oleh Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Cabang Pengadilan Pajak. Putusan tersebut menegaskan masa jabatan hakim pada Pengadilan Pajak sama dengan masa jabatan hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
“Mengadili, menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan didampingi delapan hakim lainnya di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam putusannya, MK megaskan bahwa frasa “Telah Berumur 65 Tahun” dalam pasal 13 Ayat (1) Huruf c UU Pengadilan Pajak, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengingkat sepanjang tidak dimaknai, “disamakan dengan usia pemberhentian dengan hormat hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN)”.
Dalam pendapatnya, Mahkamah mengatakan bahwa adanya ketentuan yang mengatur tentang perbedaan perlakuan antara hakim pengadilan pajak dan hakim di lingkungan peradilan lain di bawah Mahkamah Agung tersebut, telah secara nyata memberi perlakuan yang berbeda terhadap hal yang sama, sehingga secara esensi bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Ketentuan tersebut, menurut Mahkamah, juga bertentangan pula dengan prinsip kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, ketentuan pemberhentian dengan hormat dari jabatan hakim bagi hakim pada pengadilan pajak harus disamakan dengan ketentuan yang mengatur hal yang sama bagi hakim tingkat banding pada pengadilan di lingkungan peradilan tata usaha negara,” ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams membacakan penggalan putusan Mahkamah.
Sebelumnya, Pemohon yang merupakan para hakim Pengadilan Pajak merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 13 ayat (1) UU Pengadilan Pajak.Menurut Pemohon,ketentuan a quo tidak memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi ketua, wakil ketua, dan hakim Pengadilan Pajak.
Perbedaan perlakuan tersebut berpotensi menyebabkan berkurangnya konsentrasi dalam mengadili, memeriksa, dan memutus perkara perpajakan yang menjadi kepentingan semua wajib pajak dan aparatur pajak. Pemohon menjelaskan Pengadilan Pajak sebagai bagian dari kekuasan kehakiman yang merdeka bertujuan agar pengadilan tidak menjadi suatu alat kekuasaan tetapi menjadi alat hukum serta tidak menyebabkan Pengadilan Pajak menjadi seakan-akan di bawah kekuasaan pemerintah. Namun ketentuan a quo justru berpotensi membatasi pelaksanaan peradilan pajak yang merdeka karena para hakim Pengadilan Pajak terbelah konsentrasi dalam pelaksanaan kinerjanya.
Selain itu, Pemohon menyatakan bahwa dalam konsep manajemen administrasi yang baik, ketua, wakil ketua, dan hakim tidak dibatasi periodisasi jabatan kecuali memasuki masa pensiun karena hal ini akan mengurangi konsentrasi hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman. Sehingga, menurut Pemohon, pasal-pasal tersebut potensial melanggar prinsip hukum bagi terwujudnya kekuasaan kehakiman yang merdeka sekaligus bagi terwujudnya penegakkan hukum dan keadilan bagi wajib pajak. (utami/lul)