Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) menyaratkan seseorang yang bermaksud mengajukan diri menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah harus telah berumur 30 tahun. Akan tetapi ketentuan tersebut dianggap bertentangan dengan UUD 1945 karena telah mendiskriminasi kaum muda yang belum berusia 30 tahun namun memiliki kesiapan dan kematangan untuk menjadi pemimpin. Akibatnya, niat Toar Semuel Tangkau (27 tahun) untuk menjadi calon Bupati Minahasa Tenggara belum dapat terlaksana.
Demi mewujudkan keinginannya tersebut, Toar yang juga Ketua DPD Partai Golongan Karya Kabupaten Minahasa Tenggara, mengajukan permohonan uji materiil Pasal 58 huruf d UU Pemda terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada persidangan uji materiil yang digelar hari Rabu (25/7) di ruang sidang MK, Jakarta, Duma Burang selaku kuasa hukum Toar menyampaikan perbaikan permohonan uji materiil setelah pada sidang sebelumnya (3/7) Majelis Panel Hakim Konstitusi yang dipimpin Soedarsono, S.H. memberikan nasihat dan masukan terhadap permohonan tersebut. Dalam perbaikan permohonannya, selain meminta Majelis Hakim Konstitusi menyatakan ketentuan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, Pemohon juga meminta agar Majelis Hakim Konstitusi mengubah batas minimal usia untuk menjadi calon kepala daerah menjadi 25 tahun dan memasukkannya sebagai pertimbangan hukum.
Perihal permintaan tersebut, Pemohon mendasarkan pada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan seseorang telah dianggap dewasa pada usia 21 tahun. Bahkan, tambahnya, dalam UU Perkawinan seseorang telah dianggap dewasa dan diperbolehkan melangsungkan perkawinan di usia 18 tahun. Oleh karenanya, Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya dan menyatakan isi Pasal 58 huruf d UU Nomor 32 Tahun 2004 bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (4), Pasal 27 Ayat (2) dan Ayat (3), 28C Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28D Ayat (3), Pasal 28J Ayat (1) UUD 1945 serta menyatakan materi muatan pada pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menanggapi permohonan tersebut, Anggota Panel Hakim, Prof. A. Mukthie Fadjar, S.H., M.S. mengingatkan Pemohon bahwa MK tidak bisa mengganti atau mengubah rumusan suatu pasal dalam undang-undang. Menurut Mukthie Fadjar, MK hanya berwenang menghilangkan atau menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat terhadap pasal tersebut.
Setelah mengesahkan alat bukti yang hanya terdiri dari salinan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UUD 1945 serta identitas Pemohon, Ketua Panel Hakim, Soedarsono, S.H. mengatakan Panel Hakim akan melaporkan permohonan tersebut kepada rapat pleno Hakim Konstitusi. Hasilnya bagaimana, tergantung dari rapat pleno Hakim Konstitusi, ujarnya sebelum menutup persidangan. [ardli]