Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang diajukan Abdul Bahar, seorang pemilih dalam pemilu yang berasal dari dari Sulawesi Tenggara.
“Amar putusan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK Arief Hidayat didampingi delapan hakim konstitusi lainnya, Kamis (4/8) di ruang sidang pleno MK.
Dalam pertimbangan hukum putusan perkara Nomor 48/PUU-XIV/2016 tersebut, Mahkamah menilai Pemohon tidak dapat menjelaskan kerugian konstitusional yang dialami. Sehingga, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing.
“Mahkamah mencoba menemukan argumentasi mengenai kerugian hak konstitusional Pemohon dengan cara memeriksa seluruh argumentasi Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonannya. Namun, Mahkamah tetap tidak menemukan uraian perihal kerugian hak konstitusional dimaksud. Sebaliknya, justru Pemohon pada intinya mempersoalkan keabsahan Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2012,” jelas Hakim Konstitusi Patrialis Akbar membacakan pertimbangan Mahkamah.
Selain itu, Mahkamah menilai adanya pertentangan dalam permohonan Pemohon terhadap ketentuan yang dimohonkan pengujiannya. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon kabur.
“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, telah terang bagi Mahkamah bahwa di samping Pemohon tidak mampu menjelaskan kerugian hak konstitusionalnya yang disebabkan oleh berlakunya norma UU 15/2011 yang dimohonkan pengujian, juga terdapat pertentangan di dalam argumentasi permohonan itu sendiri sehingga membuat permohonan menjadi kabur,” tegas Patrialis Akbar.
Sebelumnya, Pemohon yang menguji materi Pasal 2 huruf a sampai dengan huruf l UU Penyelenggara Pemilu merasa hak konstitusionalnya sebagai pemilih dalam pilkada terlanggar. Sebab, penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2012 oleh KPUD Sulawesi Tenggara dinyatakan melanggar kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Selain itu, kelima komisioner KPU Sulawesi Tenggara juga dipecat oleh KPU Pusat, kemudian KPU Pusat mengambil alih Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara 2012. “Berdasarkan akan kejadian tersebut, sesuai penjelasan Pasal 1 ayat (6), pemilu yang diselenggaraan KPU Pusat bagi pemohon bukan pemilihan gubernur melainkan pemilihan presiden,” ujar Bahar dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Aswanto.
Oleh karena itu, menurut Pemohon, penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara 2012 tidak sesuai dengan UU Penyelenggara Pemilu dan bertentangan dengan UUD 1945.
(panji erawan/lul)