Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan sebelas warga negara Indonesia yang menguji materiil ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 (APBN-P 2015) telah kehilangan objek permohonan. Sebab, UU APBN-P 2015 yang digugat Pemohon sudah tidak berlaku dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Amar Putusan. Mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Menurut Mahkamah, UU APBN-P 2015 yang menjadi objek permohonan Pemohon tidak berlaku dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. “Sehingga walaupun Mahkamah berwenang mengadili permohonan pengujian undang-undang yang diajukan para Pemohon, namun demikian permohonan para Pemohon telah kehilangan objek,” tegas Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna membacakan penggalan putusan perkara No. 10/PUU-XIV/2016.
Kedaluwarsa undang-undang a quo diketahui dari ketentuan Pasal 1 angka 43 UU Tahun 27 Tahun 2014 tentang APBN Tahun Anggaran 2015. Pasal tersebut menyatakan bahwa Tahun Anggaran 2015 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.Terlebih, pada 25 November 2015, Presiden telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang APBN Tahun Anggaran 2016 yang berlaku sejak 1 Januari 2016.
Hal itu diperkuat dengan keterangan Pemerintah pada persidangan tanggal 12 April 2016 yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2015 sudah tidak berlaku lagi.
Dengan demikian, Mahkamah menyimpulkan meski Mahkamah berwenang mengadili permohonan Pemohon namun karena para Pemohon kehilangan objek, maka kedudukan hukum para Pemohon serta pokok permohonan tidak dipertimbangkan oleh Mahkamah.
Latar Belakang
Sebelumnya, sebelas warga negara Indonesia menggugat ketentuan dalam UU APBN-P Tahun 2015 yang memerintahkan seluruh investasi pemerintah dalam Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dialihkan menjadi penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) Republik Indonesia pada PT Sarana Multi Infrastruktur. Ketentuan tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip perekonomian nasional yang diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.
Meski pada permohonannya menggugat ketentuan tentang PMN, Pemohon menegaskan tidak terlalu memasalahkan penetapan PMN kepada BUMN selama penetapan tersebut dilakukan sesuai dengan norma-norma perekonomian yang diatur dalam Konstitusi. Yang menjadi persoalan bagi para Pemohon yaitu jumlah aset yang digelontorkan untuk PT SMI dinilai sangat besar, bahkan Pemohon menyatakan jumlah senilai 18 triliun itu merupakan rekor terbesar dalam pemberian PMN.
Terlebih, para Pemohon melihat penyerahan aset PIP kepada PT SMI sangatlah kurang tepat karena fokus usaha PT SMI tersebut adalah bisnis murni yang penghasilannya diperoleh dari rente (sederetan modal) bunga atas pembiayaan proyek-proyek infrastruktur. Praktik-praktik rente ekonomi yang dilakukan oleh PT SMI menurut Pemohon justru menjadi salah satu penyebab ekonomi biaya tinggi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. (Yusti Nurul Agustin/lul)