Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda) diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana perkara Nomor 56/PUU-XIV/2016 yang dimohonkan Muhammad Hafidz dkk digelar Kamis (28/7) di ruang sidang MK.
“Pasal a quo memberikan kewenangan kepada gubernur dan menteri untuk membatalkan peraturan daerah (perda) yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan atau kesusilaan, pada tingkatan kabupaten atau kota maupun provinsi dan juga terhadap peraturan gubernur atau bupati atau walikota. Kewenangan demikian oleh para ahli disebut sebagai executive review,” ujar Hafidz kepada Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul.
Menurut Pemohon, kewenangan executive review yang dapat membatalkan perda kota/kabupaten serta bupati/walikota dan perda provinsi/gubernur merupakan otoritas lokal yang justru akan menjadi kesewenang-wenangan pemerintah pusat dan cenderung mengarah resentralisasi.
Pemohon mendalilkan, executive review secara represif yang diatur dalam ketentuan Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda, merupakan kompetensi Mahkamah Agung (MA) sebagai pengadilan negara tertinggi dari badan peradilan umum, agama, militer dan tata usaha negara, sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian, Pemohon menegaskan Pasal 251 ayat (1) dan (2) UU Pemda bertentangan dengan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.
Oleh karena itu, Pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan ketentuan Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Gubernur atau Menteri dapat mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Bupati/Walikota, atau Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Gubernur yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan ke Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari setelah ditetapkan”.
“Agar ketentuan Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda tidak bertentangan dengan Konstitusi, kewenangan gubernur dan menteri secara absolut harus dibatasi hanya pada eksekutif review secara preventif. Dengan demikian, apabila gubernur dan menteri menilai perda, pergub, perbup, dan perkot bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan/atau kesusilaan, gubernur dan menteri dapat meminta pengujian kepada MA untuk membatalkannya,” urai Hafidz kepada Majelis Hakim.
Pertajam Permohonan
Terhadap dalil-dalil yang disampaikan Pemohon, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menyarankan Pemohon agar lebih mempertajam isi permohonan “Hal-hal yang penting terkait dengan kontennya, penting diperhatikan dan dipertajam. Pertama tentang kedudukan hukum para Pemohon yang harus dipertajam,” ujar Wahiduddin.
Hal kedua, sambung Wahiduddin, kerugian konstitusional Pemohon juga harus dipertajam. “Syarat-syarat kerugian dan hak atau kewenangan konstitusional Pemohon itu haruslah dipertajam ya,” tandas Wahiduddin.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mencermati permohonan Pemohon fokus pada bidang ketenagakerjaan, sehingga ia menyarankan Pemohon untuk mengaitkan permohonan dengan perda yang berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan.
Di sisi lain, Patrialis mengajak Pemohon memahami konstruksi sistem ketatanegaran Indonesia. “Menurut hemat saya, apabila permohonan Saudara ini bisa dikonstruksikan dengan baik, tentu permohonan ini termasuk permohonan yang akan sangat bersejarah apabila dikabulkan oleh Mahkamah,” imbuh Patrialis.
Oleh karena itu, Patrialis memberikan saran kepada Pemohon berupa prinsip-prinsip dasar dalam konstruksi sistem hukum ketatanegaraan Indonesia. “Pertama, apabila kita mengacu kepada sistem yang dianut Undang-Undang Dasar 1945, ada dua lembaga kekuasaan kehakiman yang memiliki kewenangan untuk melakukan judicial review yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Jadi hanya ada dua lembaga. Ini harus dipahami dulu posisinya. Setelah itu, baru kita mencoba mengaitkan dengan persoalan peraturan daerah dan masuk pada permohonan yang Saudara ajukan pengujian ini,” tandas Patrialis. (Nano Tresna Arfana/lul)