Dua orang hakim ad hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial, Mustofa dan Sahala Aritonang, memperbaiki permohonan uji materiil Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Pokok-pokok perbaikan disampaikan oleh Ahmad Fauzi selaku kuasa hukum Pemohon, Rabu (27/7) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK).
Di hadapan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang memimpin sidang, Fauzi mengatakan telah melakukan perbaikan sesuai saran Majelis Hakim pada sidang pendahuluan. Perbaikan yang dilakukan antara lain pada petitum permohonan menjadi meminta Mahkamah menyatakan Pasal 67 ayat (2) UU PPHI inkonstitusional bersyarat. Dengan kata lain, Pemohon meminta ketentuan tentang masa jabatan hakim ad hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan sampai batas usia pensiun.
“Menyatakan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356 selengkapnya berbunyi, ‘Masa tugas hakim ad hoc untuk jangka waktu lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan’ berlaku konstitusional bersyarat menjadi selengkapnya berbunyi, ‘Masa jabatan hakim ad hoc untuk jangka waktu lima tahun dan dapat diangkat kembali setiap lima tahun oleh Ketua Mahkamah Agung hingga mencapai batas usia pensiun hakim, yakni 62 tahun untuk ad hoc pada pengadilan negeri dan 67 tahun untuk hakim ad hoc pada Mahkamah Agung Republik Indonesia’,” ujar Fauzi.
Usai mendengarkan penjelasan kuasa Pemohon, Manahan mengingatkan Pemohon untuk melengkapi bukti-bukti yang kurang, termasuk teori hakim ad hoc yang menjadi substansi permohonan ini. Manahan juga mengesahkan 9 bukti yang sementara ini diajukan oleh Pemohon.
“Baiklah, permohonan sudah kita lihat dan sudah kita tegaskan kembali kepada Pemohon, sesuai dengan perbaikan-perbaikan yang dianjurkan, sudah dilakukan, dan untuk ini permohonan Saudara sudah kami terima dan untuk selanjutnya mengenai ini akan diberitahukan kembali kepada Saudara dan proses selanjutnya adalah untuk disampaikan ini ke rapat lengkap dari Mahkamah Konstitusi,” jelas Manahan yang didampingi Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan Suhartoyo.
Pokok Gugatan
Sebelumnya, pada sidang pendahuluan yang digelar Rabu (13/7), Nova Harmoko selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan pokok gugatan perkara No. 49/PUU-XIV/2016 itu. Pemohon pada pokoknya menggugat ketentuan dalam Pasal 67 ayat (2) UU PPHI karena menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil.
Hal tersebut didasari anggapan para Pemohon bahwa pasal a quo telah mendiskriminasi para hakim ad hoc di Pengadilan Hubungan Industrial. Seperti diketahui, pasal a quo menyatakan masa tugas hakim ad hoc yaitu untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. Menurut Pemohon, seperti yang disampaikan Harmoko, periodisasi semacam itu tidak diatur bagi hakim di lingkungan peradilan lainnya di bawah MA).
Selain itu, periodisasi hakim ad hoc juga dianggap menimbulkan masalah yang berkaitan dengan keberlanjutan penyelesaian, pemeriksaan, dan pemutusan perkara perselisihan hubungan industrial. Dengan adanya periodisasi tersebut, Pemohon khawatir tidak dapat menuntaskan perkara perselisihan hubungan industrial yang seharusnya memberikan perlindungan yang adil bagi buruh, pekerja, dan pemerintah.
Dalam permohonannya, Pemohon juga menyatakan periodisasi jabatan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial menimbulkan ketidakpastian karier sebagai hakim. Padahal, pola rekrutmen hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial dinilai sangat ketat dan selektif, hingga melibatkan presiden, MA, dan KY. (Yusti Nurul Agustin/lul)