Pasangan Calon Nomor Urut 3 Dorinus Dasenapa dan Yakobus Britai ditetapkan memperoleh suara terbanyak pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua Tahun 2015. Kemenangan pasangan tersebut dikukuhkan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mamberamo Raya 2015 yang dimohonkan Pasangan Calon No. 2 Demianus Kyeuw Kyeuw dan Adiryanus Manemi.
“Mengadili, menyatakan menjatuhkan putusan akhir. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan No. 24/PHP.BUP-XIV/2016 didampingi para hakim konstitusi lainnya, Rabu (27/7) di ruang sidang pleno MK.
Sebelumnya, Mahkamah menjatuhkan dua kali putusan sela yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) untuk 10 TPS di dua distrik Mamberamo Raya. TPS dimaksud yakni TPS 01 Kampung Biri dan TPS 02 Kampung Wakeyadi di Distrik Mamberamo Tengah Timur. Selain itu, TPS 01, TPS 02, dan TPS 03 Kampung Tayai, TPS 01 dan TPS 02 Kampung Bareri, TPS 01, TPS 02 dan TPS 03 Kampung Fona, Distrik Rufaer.
Berdasarkan laporan KPU Mamberamo Raya (Termohon) pada sidang sebelumnya, hasil perolehan suara yang benar dari 10 TPS tersebut, yakni Pasangan Calon No. Urut 1 Robby W. Rumansara dan Yahya Fruaro memperoleh sebanyak 4 suara; Pasangan Calon No. Urut 2 Demianus Kyeuw Kyeuw dan Adiryanus Manemi (Pemohon) memperoleh sebanyak 84 suara; Pasangan Calon No. Urut 3 Dorinus Dasinapa dan Yakobus Britai (Pihak Terkait) memperoleh sebanyak 2.060 suara.
Mahkamah kemudian menetapkan hasil akhir perolehan suara dari masing-masing pasangan calon, yakni Pasangan Calon No. Urut 1 memperoleh 5.176 suara; Pemohon memperoleh 7.804 suara; dan Pihak Terkait memperoleh 7.976 suara.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah berpendapat, proses penggantian beberapa anggota KPPS yang dilakukan Termohon merupakan kewenangannya dengan mempertimbangkan segala aspek serta kondisi riil setempat. Selain itu, Mahkamah tidak menemukan adanya pelanggaran dalam penggantian anggota KPPS tersebut.
“Mahkamah memahami kendala yang dialami Termohon terkait sumber daya manusia di kampung yang akan melakukan proses pemungutan suara ulang. Lagipula berdasarkan laporan dari Pemohon sendiri dan juga Termohon, proses penggantian tersebut tidak secara menyeluruh, melainkan hanya beberapa anggota KPPS. Sementara Bawaslu Provinsi Papua juga tidak mempermasalahkan secara spesifik mengenai hal dimaksud,” urai Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna membacakan pendapat Mahkamah.
Kemudian terhadap pelaksanaan pengamanan yang dilakukan Kapolres Mamberamo Raya dalam PSU kedua, Mahkamah menilai proses pengamanan oleh Kapolres Mamberamo Raya dengan berkoordinasi dengan Kapolda Papua adalah upaya maksimal yang dapat dilakukan terhadap proses pengamanan dalam pelaksanaan PSU kedua tersebut.
Hal penting yang menjadi penilaian Mahkamah dalam kasus a quo adalah terkait dengan netralitas aparat keamanan yang melakukan pengamanan terhadap proses pelaksanaan PSU tersebut. Adanya laporan yang runtut dan rinci dari Bawaslu Provinsi Papua dan Kapolres Mamberamo Raya memperkuat keyakinan Mahkamah bahwa dalam pelaksanan PSU kedua ini tidak ada tindakan yang dilakukan oleh oknum aparat keamanan yang dilakukan di luar perintah dan koordinasi dari Kapolda Papua dan juga Kapolres Mamberamo Raya.
Terhadap dalil Pemohon yang menduga ada intimidasi oleh saksi Pihak Terkait dan oknum anggota KPPS sehingga menyebabkan saksi Pemohon tidak dapat masuk ke TPS, menurut Mahkamah, tidak terdapat alat bukti yang benar-benar meyakinkan bahwa berbagai pelanggaran tersebut benar-benar terjadi dan dilakukan secara masif dengan tujuan untuk memenangkan Pihak Terkait. Pasalnya, belum ada bukti yang sah yang ditetapkan oleh Sentra Gakkumdu yang mempunyai kewenangan untuk menindaklanjuti dan memberi putusan terhadap laporan pelanggaran a quo.
“Dengan demikian menurut Mahkamah, dalil-dalil keberatan Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum,” imbuh Palguna.
(Nano Tresna Arfana/lul)