Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar kegiatan “Sosialisasi Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Mahasiswa Magang di MK” pada 14-16 Juli 2016 di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman hak konstitusional bagi para mahasiswa magang di MK.
Membuka acara, Plh. Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Noor Sidharta menjelaskan kedudukan MK yang sejajar dengan lembaga-lembaga negara lain. “Setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945, tidak ada lembaga tertinggi negara di Indonesia. Kedudukan antara lembaga negara setara. Kedudukan MK setara dengan Mahkamah Agung, Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,” ungkapnya.
Selain mengenalkan MK dan kewenangannya, Sidharta menyampaikan pesan kepada para mahasiswa harus juga memahami Pancasila dan Konstitusi secara baik. “Oleh sebab itulah, kami memberikan pemahaman mengenai Pancasila dan Konstitusi agar mereka mengerti. Bahkan ke depan, materi mengenai Pancasila dan Konstitusi yang kalian dapatkan pada acara ini akan diakses melalui aplikasi di ponsel,” ucap Sidharta.
Usai pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan penyajian materi “Pancasila dan Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara” Peneliti MK Nallom Kurniawan. Ia menerangkan bahwa Pancasila ketika pertama kali dicetuskan oleh Soekarno pada 1945, susunan dan kalimat dari tiap sila belum seperti sekarang.
“Menilik sejarahnya, tanggal 1 Juni 1945 merupakan hari ketika Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Saat itu konsep dan rumusan awal Pancasila pertama kali dikemukakan,” jelas Nallom.
Setelah itu, lanjut Nallom, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekan Indonesia (BPUPKI) membentuk panitia kecil untuk merumuskan Undang-Undang Dasar (UUD) dengan berpedoman pada pidato Soekarno tersebut. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil itu kemudian mengadakan rapat gabungan antara panitia kecil dan BPUPKI yang berhasil merumuskan Piagam Jakarta.
Lebih lanjut, Nallom menjelaskan mengenai Pancasila sebagai wujud kristalisasi kepribadian bangsa yang berfungsi sebagai pemersatu bangsa. Karena fungsi tersebut, Pancasila hendaknya tidak dibuatkan tafsir tunggal, melainkan harus tetap bersifat multitafsir.
“Kita jangan mengulang masa kelam sejarah. Tafsir tunggal Pancasila versi penguasa dijadikan alat untuk bertindak secara semena-mena terhadap rakyat, yang pada akhirnya melenceng dari tujuan awal Pancasila itu sendiri,” ucap Nallom.
Selain Nallom, Peneliti MK Fajar Laksono Soeroso yang juga menjadi Pembicara dengan materi “Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang”. Fajar menjelaskan latar belakang perlunya Mahkamah Konstitusi dibentuk. Anggapan umum mengatakan bahwa MK pertama di dunia dibentuk di Austria pada 1920.
“Namun anggapan itu dibantah oleh MK Ceko, saat Ketua MK berkunjung ke Ceko beberapa waktu lalu. MK Ceko menggugat sebagai MK pertama di dunia. MK Ceko lebih dahulu dibentuk daripada MK Austia, selisihnya hanya beberapa bulan,” jelas Fajar kepada para mahasiswa.
Saat pertama kali berdiri, lanjut Fajar, MK Ceko tidak berjalan aktif karena dinamika politik yang terjadi di sana. “Hingga akhirnya, pakar hukum Hans Kelsen menggagas berdirinya MK Austria sebagai MK pertama di dunia,” tambah Fajar.
Pada pertemuan itu, Fajar juga menuturkan sejarah pertama kali adanya pengujian undang-undang di dunia. Berawal dari Kasus Marbury vs Madison di Amerika Serikat pada 1800. Jelang lengser dari Presiden, John Adams mengangkat orang-orang dekat menjadi pejabat, termasuk menjadi hakim. Setelah ditandatangani, SK pengangkatan itu tidak sempat disampaikan kepada para pejabat yang bersangkutan karena John Adams keburu lengser. Paginya, Thomas Jefferson sudah menjadi Presiden baru Amerika Serikat.
Dalam perkembangannya, Thomas Jefferson menolak memberikan salinan SK pengangkatan itu kepada para pejabat yang bersangkutan. Salah seorang pejabat yang protes adalah William Marbury karena merasa SK pengangkatan dirinya sebagai pejabat sudah disetujui Senat. Marbury mengadu ke Mahkamah Agung Amerika Serikat, meminta untuk memerintahkan Presiden untuk mengeluarkan satu tindakan. Dari kasus itulah judicial review muncul. Putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat akhirnya menolak gugatan Marbury.
Berikutnya, Pembicara Pan Muhammad Faiz Kusuma selaku Peneliti MK menyajikan materi “Konstitusi dan Konstitusionalisme”. Pada kesempatan itu, Faiz mengungkapkan perbedaan antara Konstitusi dengan Undang-Undang Dasar (UUD). “Konstitusi lebih luas daripada Undang-Undang Dasar. UUD merupakan Konstitusi tertulis,” ujar Faiz.
Faiz menerangkan, kata ‘Konstitusi’ berasal dari bahasa latin yakni ‘Constitutio’ yang berarti hukum atau prinsip. Kedudukan Konstitusi dapat dipandang secara normatif, bahwa Konstitusi dipahami dan dipatuhi oleh subjek-subjek hukum. Selain itu Konstitusi dipandang secara nominal, artinya Konstitusi tidak dipakai sama sekali dalam proses pengambilan putusan. “Berikutnya, Konstitusi dipandang secara semantik. Bahwa Konstitusi hanya dihargai di atas kertas dan digunakan sebagai pembenaran belaka,” ungkap Faiz.
Selain itu, hadir pula Dosen Ilmu Komunikasi dari Universitas Hasanuddin Hasrullah. Ia menyampaikan materi “Etika Bagi Mahasiswa Dalam Rangka Magang di Instansi Pemerintah maupun Swasta”. Menurutnya, etika berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
Dalam kehidupan manusia, jelas Hasrullah, perlu adanya norma, yaitu norma hukum, norma agama, norma moral, norma etika, norma sopan santun, dan lain-lain. “Namun dalam praktiknya, muncul istilah lain yaitu etiket. Etiket sendiri berlaku dalam pergaulan selama orang lain melihat. Etiket bersifat relatif, kebiasaan di sebuah daerah bisa saja dianggap tidak sopan di tempat lain,” papar Hasrullah.
Di luar masalah etika, Hasrullah menyoroti peran mahasiswa sebagai motor penggerak dalam penyelenggaraan negara atau disebut agent of change. Mahasiswa sebagai agen perubahan harus memiliki karakter-karakter, antara lain bisa bekerja sama, berkomunikasi, mentaati peraturan, memiliki jiwa kepemimpinan, menghargai orang lain, punya upaya yang bernilai, jujur, mau berbagi, punya harga diri, percaya orang lain, menghargai diri sendiri, toleransi, mandiri, disiplin, serta gigih. (Hamdi/lul)